Hwon dan Yeon Woo bertatapan, saling memandang satu sama lain.
Mereka sama sekali tidak menyadari bahwa ada yang melihat mereka berdua. Yang
Myung sangat sedih dan terpukul saat melihat Hwon dan Yeon Woo bersama. Tidak
hanya itu, ternyata Bo Kyung juga melihatnya, ia menangis di kejauhan.
Mereka menanyakan nama masing-masing.
“Jadi… namamu adalah Yeon Woo.” Hwon menerka. “Apa itu artinya
adalah Hujan rintik-rintik (gerimis).”
“Ya, begitulah artinya dalam bahasa cina.” Jawab Yeon Woo.
“Bisa juga diartikan Embun.” Ujar Hwon. “Nama yang sangat
indah.” Pujinya, mengagumi nama Yeon Woo. Yeon Woo tersenyum.
“Maaf atas kelancanganku, tapi apa arti dari nama Hwon?” Tanya
Yeon Woo.
“Arti namaku adalah Matahari.” Jawab Hwon. “Kenapa sebelumnya
kau menghindariku? Apa kau tidak menyukaiku?” Selidik Hwon.
“Tidak, bukan begitu.” Jawab Yeon Woo dengan gagap.
Hwon senang mendengarnya, ia tersenyum lebar. “Jadi kau tidak
membenciku?” tanyanya.
Yeon Woo tersadar kalau jawabannya tadi berarti ia mengakui
kalau ia menyukai Hwon. Yeon Woo pun berpaling karena malu. Hwon mendesaknya
untuk mengatakan yang sesungguhnya kenapa ia menghindarinya.
“Tapi kenapa kau menolak menemuiku dan membuatku mendapat
resiko?” Tanya Hwon lagi. Yeon Woo hanya menunduk diam.
“Kau masih tidak mau menjawab, hah?.” Tanya Hwon.
Dan Yeon Woo berkata kalau ia tahu Hwon menyukai gadis lain yang
bernama Bo Kyung.
“Apa putra mahkota sudah memiliki seseorang di hati?” Tanya Yeon
Woo malu.
“Apa maksudmu?” Hwon bingung dengan pertanyaan Yeon Woo.
“Belum lama ini, aku mendengarkalau putra mahkota menemui
seorang pejabat.” ujar Yeon Woo
Hwon segera menjelaskan kalau itu kesalahan karena Yeon Woo
berbohong pada Hyung Sun.
“Itu semua karena kau!” seru Hwon kesal. “Jika kau tidak
berbohong , kasimku tidak akan menjemput orang yang salah dan menyebabkan
kesalahpahaman!”
Wajah Yeon Woo pun menjadi cerah.
Hwon terdiam dan menatap Yeon Woo dengan tajam.
“Tunggu sebentar.” Hwon menyadari sesuatu. “jangan bilang kalau
kau……”
“Apa?” Tanya Yeon Woo Bingung.
Hwon mencondongkan badannya mendekat kea rah Yeon Woo “Apa
mungkin? Apa kau…. Cemburu karena aku menemui gadis itu?” tanyanya.
“Apa?” Tanya Yeon Woo dengan gagap dan buru-buru memalingkan
wajahnya. “tentu saja tidak.”
Hwon Tertawa. “Bagus sekali kalau seorang gadis merasakan
cemburu di hatinya. Seseorang yang akan menjadi pendampingku suatu saat
nanti ternyata bisa juga cemburu.”
“Sudah ku bilang aku tidak…” kata-kata Yeon Woo terpotong. “Apa”
Hwon tersenyum melihat wajah Yeon Woo yang terkejut.
Hwon memberitahu Yeon Woo tentang pendaftaran calon putri
mahkota. Kerajaan sudah memutuskan kalau semua gadis dengan umur 12-16 tahun
langsung menjadi kandidat putri mahkota. Yeon Woo pasti akan jadi salah satu
kandidat Putri Mahkota. Ia berkata kalau ia akan menunggunya, menunjukkan kalau
ia ingin menikahinya.
“Beberapa hari lagi akan ada ujian istana.” Ujar Hwon. “Ujian
itu dilaksanakan untuk memilih calon pendamping bagi putra mahkota. Kemungkinan
kau akan dipilih sebagai kandidat. Aku akan menunggu. Aku yakin kau bisa
menjadi Putri mahkota.”
Mata Yeon Woo melebar, ia pun tersenyum. Wajahnya terlihat cerah
begitu mendengar ucapan Hwon. Hwon tersenyum.
Mereka saling memandang dengan penuh perasaan sampai bunga
sakura tidak berguguran lagi dan Hwon memandang ke atas dengan kesal. Ia
kemudian pura-pura batuk dan ternyata Hyung Sun ada di atas atap sambil membawa
satu tas penuh kelopak bunga dan kipas. Rupanya ia tadi ketiduran.
Setelah mendengar sinyal Hwon, Hyung Sun segera menyebarkan
kelopak bunga itu dan mengipasinya, supaya terlihat seperti berguguran.
Paginya, Hwon terus memandangi tanaman seladanya. Ia sangat
bahagia atas pertemuannya tadi malam denga Yeoon Woo. Kasim Hyung Sun memuji
dirinya sendiri, karena tidak benar-benar membuang tanaman itu. Ia berkata
dengan penuh kepuasan, kalau ia tahu Hwon akan menginginkannya lagi.
“Aku tahu putra mahkota pasti akan menginginkan tanaman itu
lagi” ujar Kasim Hyung Sun. “Oleh karena itulah aku tidak pernah membuangnya.”
Hwon berkata kalau Kasim Hyung Sun tidak tahu alasan Yeon Woo
memberinya tanaman selada, tapi ternyata Kasim Hyung Sun tahu, Ia mengungkapkan
jawabannya. tanaman itu menandakan penantian dan rakyat dari negara ini.
“Yeon Woo punya alasan kenapa dia memberiku selada ini.” Kata
Hwon. “Kau tidak tahu alasannya, kan?”
Kasim tersenyum. “alasannya adalah untuk menyampaikan harapan
rakyat.”
Hwon terkejut dan menoleh menatapnya.
Hyung Sun menjelaskan. “Tidak peduli seberapa lama pangeran
menunggu akan tumbuh menjadi apa tanaman tersebut. Sama halnya ketika para
petani dan rakyat jelata menunggu sayuran mereka tumbuh. Konon selada dipercaya
sebagai obat. Awalnya, mungkin anda akan lelah karena menunggu, namun jika
sudah tumbuh, selada bisa digunakan untuk mengembalikan tenaga. Selada juga
bisa meningkatkan kepintaran serta
mengurangi demam. Arti dari tanaman itu adalah kerja keras dan menunggu dengan
setia. Saat itu, putra mahkota tidak menyukai guru Heo. Nona Yeon Woo ingin menyampaikan
agar Anda tidak mempermasalahkan hal itu lagi dan berkonsentrasi belajar.”
Hwon ternganga mendengar penjelasan kasim yang panjang lebar
itu. “Bagaimana kau bisa mengetahuinya?”
Kasim Hyung Sun mendesah, “Karena ini sudah ke empat belas
kalinya anda menceritakan kisah tanaman selada itu padaku!”
Hwon tidak ingat dan Kasim Hyung Sun berkata kalau ia terus
mengulanginya dan kepalanya bukan dari batu, bagaimana ia tidak bisa
mengingatnya.
Hwon tidak mendengar rengekannya dan bertanya-tanya kalau ia
pasti sangat tergerak oleh kata-kata Yeon Woo. Kasim Hyung Sun mengeluh, tentu,
sekali atau dua kali, tapi empat belas kali……. ia kemudian tersadar dan
menghentikan ucapannya sebelum Hwon marah.
“Kau juga kagum dengan kebijaksanaan Yeon Woo Bukan?” Tanya Hwon.
“Tunggu dan lihat saja. Dia akan menjadi Ratu Negeri ini.”
Di kota, Perintah kerajaan sudah ditempelkan di jalan-jalan
(Pengumuman bahwa akan diadakan pengumuman kontes Putri Mahkota), gadis yang
sudah pantas menikah diminta untuk mendaftarkan diri. Yang Myung sedang
berjalan-jalan di kota, ia melihat pengumuman itu dan terkejut, wajahnya
menjadi pucat.
Hwon pergi belajar dengan sangat bersemangat hari itu. Dalam
pelajarannya dengan Guru Heo (Yang tak lain dan tak bukan adalah Yeom, kakak
Yeon Woo), Hwon bertanya apa Yeon Woo sudah mendaftarkan diri untuk menjadi
calon istrinya atau belum? Yeom berkata kalau Yeon Woo belum mendaftar.
“Apakah Yeon Woo sudah mendaftar untuk ujian istana?” Tanya Hwon
pada Guru Heo.
“Belum.” Jawab Yeom.
“Kenapa. Apa ada masalah?” Tanya Hwon lagi.
Yeom pun berlutut dan memohon pada Hwon untuk membiarkan adiknya
tidak mendaftar.
“Putra mahkota, mohon kabulkanlah permintaan hambamu ini. Dari
sekian banyak gadis di Joseon, ia pasti akan menjadi salah satu yang terpilih.
Tapi bisakah adikku jangan dipilih? Hamba memohon pada anda, Putra Mahkota.”
Pinta Yeom.
Hwon terkejut. “Kenapa kau memohon seperti ini?” Hwon ingin tahu
apa alasan Yeon Woo tidak bisa mendaftar.
Yeom terdiam sesaat. “Karena putra mahkota dan adikku, kalian
berdua tidak mungkin bisa bersama.”
Hwon menjadi marah, ia menolak dan Yeom terus memohon, ia
bersedia menerima hukuman apapun, asalkan adiknya dilepaskan dari kewajiban
itu.
“Aku dan Yeon Woo tidak bisa bersama?” Tanya Hwon kaget.
“Aku akan menerima hukuman apapun dari anda, Tapi…” kata-kata
Yeom terpotong.
Hwon berdiri dengan marah, ia berteriak. “Apa kau ingin menjadi
pemberontak dengan membangkang perintah Raja?” Tanya Hwon seraya mengacam.
“Tidak!! Aku tidak bisa melakukannya. Alasanku yang pertama adalah karena aku
tidak ingin kehilanganmu. Alasan yang kedua adalah karena aku……..”. Yeom
menunggu kelanjutan dari perkataan Hwon, namun Hwon hanya diam saja.
Semua penjaga dan para dayang mencondongkan badannya ke dinding
(untuk mendengarkan kelanjutan dari perkataan Hwon), Yeom menahan napasnya.
Dan Hwon mengatakan. ”…..karena aku menyukaimu!” Ia tidak
mengatakan nama Yeon Woo dengan keras, sehingga ia seperti sedang menyatakan
cinta pada Yeom.
Yeom terdiam membeku dan bengong seperti tak percaya dengan
perkataan Hwon barusan. Sedangkan Hwon menutup muka dengan kedua tangannya. Ia
pun berlari keluar karena malu. Hyung Sun berusaha memperbaiki keadaan. Ia
berusaha menjelaskan pada para penjaga dan dayang kalau bukan Heo Yeom yang
disukai Hwon.
Kasim juga masuk ke dalam ruangan dan menjelaskan pada Yeom bahwa ia salah paham. “Itu
bukan dirimu! Aku tidak bisa memberitahumu, tapi yang dimaksud adalah seseorang
yang sangat mirip denganmu, tapi ia seorang gadis…” Yeom masih terdiam bengong
dan tak berkata sepatah katapun (Masih
shock kali ya, hehehee ^^)
Hwon pusing dengan ulahnya sendiri. Kasim Hyung Sun mengomeli
Hwon karena tidak spesifik ketika menyebut tentang Yeon Woo. Hwon mendesah dan
bertanya-tanya bagaimana sebaiknya ia menyatakan perasaannya terhadap Yeon Woo pada
orang lain padahal ia sendiri belum mengatakan tentang perasaannya pada Yeon
Woo.
“Aku belum mengatakannya pada Yeon Woo, mana mungkin aku
mengatakannya pada orang lain terlebih dahulu.” Ujar Hwon pada kasimnya.
Hwon mendengus, ia berpikir kalau ia dan Yeom sudah seperti
saudara, tapi sangat jelas kalau Yeom berpikir dirinya tidak pantas untuk
adiknya. Kenapa ia punya permintaan seperti itu. Hyung Sun menjelaskan kalau
bukan itu yang dipikirkan Yeom.
“Bagaimana mungkin Guru Heo mengajukan permohonan seperti itu?”
Tanya Hwon kesal.
Kasim menarik nafas panjang. “Anda benar-benar tidak tahu
alasannya?” tanyanya.
“Ia merasa kalau aku tidak pantas untuk adiknya.” Pikir Hwon
kesal.
“Maafkan aku, tapi bukan itu maksud guru Heo.” Ujar Kasim Hyung
sun.
“Apa maksudmu?” Hwon bingung sendiri.

Ayah dan Ibu Yeon Woo mendebatkan tentang pemilihan Putri
Mahkota. Menteri Heo ingin mendaftarkan Yeon Woo sebagai calon Putri Mahkota
sedangkan ibunya tidak setuju, alasannya karena itu adalah suatu hal yang tidak
berguna. Mereka tahu bahwa yang akan terpilih adalah Bo Kyung, putri Menteri
Yoon Dae Hyung. Yang Ibu Yeon Woo khawatirkan adalah, jika Yeon Woo masuk dalam
kategori finalis 3 besar, ia tidak
akan terpilih menjadi istri Hwon (Karena sebelumnya mereka sudah tahu kalau Bo
Kyung yang akan terpilih), tapi ia juga tetap dianggap sebagai milik Hwon,
sehingga ia tidak bisa menikah dengan orang lain, dan juga tidak bisa menikah
dengan Hwon. Kemungkinan yang terbaik, ia akan dijadikan selir (Seperti ibunya Pangeran Yang Myung).
Itu adalah takdir yang sangat kejam, karena statusnya yang tidak jelas, ia
hanya bisa hidup sendiri atau ada diantaranya (sebagi Selir), Ibunya tidak rela
kalau Yeon Woo bernasib tragis seperti itu. Tapi Menteri Heo tidak mau melanggar
hukum.
Diam-diam Yeon Woo ternyata mendengarkan perdebatan orang tuanya
dari luar.
Kasim Hyung Sun menjelaskan pada Hwon kalau Yeom berusaha
melindungi adiknya. Jika ia terpilih sampai ke final, tapi tidak terpilih
sebagai istri Raja, maka ia dan gadis yang tidak terpilih lainnya tidak
diperbolehkan memasuki istana dan sepanjang hidupnya akan dianggap sebagai
selir raja, ia tidak bisa menikah dengan orang lain dan akhirnya akan
dilupakan.
Hyung Sun menambahkan kalau beberapa akan dibawa ke istana bawah
untuk hidup sebagai selir. Hwon tersadar kalau ibu Yang Myung dulu juga
kandidat Putri Mahkota. Raja kasihan padanya dan membawanya ke istana.
Semua keputusan ada di tangan Ibu Suri dan dia pasti akan
memilih Bo Kyung, putri Menteri Yoon untuk dijadikan istrinya. Hwon pun pergi
menghadap ayahnya dan memohon supaya ayahnya menurunkan perintah untuk memilih
putri mahkota dengan persyaratan yang lebih ketat. Raja tidak mau karena itu
bukan kewenangannya. Hwon pun memohon agar ayahnya pergi menemui Ibu Suri. Tapi
Raja berkata kalau ada beberapa hal, dimana seorang raja pun tidak bisa ikut
campur.
Hwon bersujud di hadapan ayahnya. “Ananda ingin memohon pada
Yang Mulia mengenai pemilihan Putri Mahkota”. Pintanya.
“Yang menangani pemilihan itu bukan aku, tapi Ibu Suri”. Jelas
sang Raja.
“Yang Mulia, tolong berikan perintah agar pemilihan Putri
Mahkota dilakukan dengan persyaratan yang lebih ketat”. Pintanya lagi.
“Aku tidak bisa melakukan apapun”. Tolak Raja. “Lebih baik kau
menemui Ibu Suri untuk membicarakan masalah ini”.
Ketika Hwon sedang menemui Raja, ternyata Yang Myung datang ke
istana, dia berada di luar di depan kediaman Raja. Ia melihat Kasim Hyung Sun
dan bertanya apakah Hwon ada di dalam. Kasim Hyung sun menjelaskan kalau dia
tidak boleh mengganggu pertemuan itu.
Hwon berusaha terus untuk membujuk ayahnya, namun Ayahnya terus
mengatakan bahwa ia tidak berhak ikut campur tangan soal pemilihan Putri
Mahkota, karena itu adalah tugasnya Ibu Suri.
Raja memarahi kalau Hwon tidak boleh egois, semua ini terjadi
karena kesalahannya (bertemu Bo Kyung secara rahasia), jadi ia harus
bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Akhirnya Hwon pun meminta hal yang
paling sederhana dari Raja, yaitu membuat agar pemilihan putri mahkota ini
dilakukan secara adil, sehingga bisa menghentikan jalur kekuasaan atas kerajaan
oleh satu klan tertentu.
Di kamarnya, Hwon meminta Hyung Sun untuk membawa ketua murid
Sungkyungkwan secara rahasia (sepertinya dia memiliki suatu rencana). Ini
adalah kesempatan terakhirnya, jika ia ketahuan, maka ia bisa mati.
Yang Myung pergi menemui raja. Ia mengingatkan raja tentang
janjinya untuk menikahkan Yeon Woo padanya. Raja berkata kalau ia tidak
berjanji seperti itu, ia hanya akan memikirkannya.
“Aku tidak pernah menjanjikan hal itu padamu.” Ujar Raja. “Aku
hanya mengatakan bahwa aku akan mempertimbangkan permintaanmu. Jika sudah tidak
ada yang ingin kau katakan, kau boleh pergi.”
Yang Myung menjadi panik dan bertanya kenapa Raja menjadi
seperti itu, apa Hwon juga punya permintaan yang sama, apa ia lebih memilih
Hwon, apa Yeon Woo yang akan jadi calon Ratu?
“Apakah ini karena permintaan Putra Mahkota?”. Tanya Yang Myung
dengan wajah sedih. “Jangan katakan bahwa ia juga punya permintaan yang sama
denganku. Apakah kau lebih memilih Putra Mahkota? Ia hanya seorang anak
pejabat. Apa kau kira ia bisa menjadi Ratu?” Tanyanya sedih.
Raja hanya berkata, jika Yeon Woo terpilih, maka ia akan menjadi
istri Hwon. Tapi Yang Myung menyahut kalau semua orang tahu kalau Bo Kyung yang
akan dijadikan calon istri Hwon, jadi apa yang terjadi pada Yeon Woo?
“Jika ia lolos, maka semuanya mungkin”. Jawab Raja datar.
“Jika ia tidak terpilih, apakah aku bisa menikahinya nanti?”
tanya Yang Myung.
Raja pun berteriak dengan marah. “Gadis yang masuk tiga besar adalah
juga milik Putra Mahkota.” Ujar Raja. “Apakah kau lupa dengan peraturan ini?!”
“Jadi kau ingin melihat gadis yang kucintai terpuruk?” Tanya
Yang Myung penuh emosi. “Semua orang sudah tahu kalau putri pejabat Yoon lah
yang akan terpilih menjadi Putri Mahkota!” serunya. “Kau pikir aku hanya akan
berdiam diri melihat semuanya. Aku akan tetap menikahinya jika hal itu
terjadi.” Ujar Yang Myung tegas.
“Apakah aku harus menghukummu agar kau berhenti bicara?!” bentak
Raja. “Jika kau masih bersikeras mengatakan hal ini, maka ini sama halnya
dengan…. Pemberontakan.”
Yang Myung menghambur keluar sambil menangis. Ia berdiri menatap
istana dan teringat masa kecilnya dengan Hwon. Bayangannya terlihat seperti
nyata.
“Jangan tertawa seperti itu, Putra Mahkota” ujar Yang Myung
melihat Hwon kecil yang selalu tersenyum dan tertawa senang bila bersamanya. “Kau
selalu bisa mendapatkan apa yang juga kuinginkan dengan mudah. kau selalu bisa
memiliki semua orang yang kuinginkan. Tolong, berhentilah tersenyum seperti
itu. Supaya aku dengan bebas bisa membencimu.
Hwon kecil tersandung dan jatuh, tanpa berpikir, Yang Myung
berlari untuk menangkapnya dan melupakan rasa marahnya. Ia memandang mata Hwon
kecil dan meneruskan bayangan nyatanya.
“Jika kau tidak bisa membiarkan itu terjadi, tolong lenyapkan kesedihan dan
ambisi yang besar dari dalam hatiku.”
Raja ternyata tidak berhati dingin, ia merasa sangat sedih
dengan kunjungan Yang Myung. Ia pun memutuskan untuk menemui Putri Min-Hwa. Ia
ingin menghibur diri dengan mendengarkan tawanya.
Tapi Putri Min-Hwa sedang sibuk mengintip Yeom. Ia pun mulai
mencari perhatiannya, sayangnya Yeom sedang melamun dan melewatinya begitu
saja.
Putri-Min Hwa tidak menyerah, ia pun berlari, mengejar Yeom dan
menghadang jalannya dengan tangan terbuka lebar.
Yeom terkejut dan meminta maaf karena tadi tidak melihatnya.
“Maaf!” katanya. “Hamba sedang memikirkan sesuatu jadi tidak
melihat……”
Belum selesai Yeom berbicara, tiba-tiba Putri Min-Hwa memberikan
gelang buatannya pada Yeom. Yeom pun bertanya kenapa ia memberikannya. Putri
Min-Hwa menjadi bingung, dengan tergagap ia menjawab karena Yeon Woo adiknya.
“Apa kau sudah punya istri?” Tanya Min-Hwa.
“Hamba Belum punya istri” jawab Yeom.
Min-Hwa pun bersorak senang, Ia kemudian bertanya lagi. “Lalu,
apa kau sudah punya tunangan?”
“Hamba belum memiliki calon tunangan”. Jawabnya kalem. Putri
Min-Hwa melompat-lompat kegirangan. Ia lalu memberitahu Yeom kalau ia sekarang
rajin belajar, dan ia juga yang bisa menjawab teka-tekinya, yang jawabannya
kelopak mata itu sambil memperagakannya. Yeom hanya menunduk, putri pun
merengek. Ia mengulurkan tangannya dan menyentuh Yeom seraya memintanya untuk
memandang wajahnya serta memperagakannya lagi. Yeom Lalu tersenyum.
Putri Min-Hwa langsung terdiam ditengah-tengah perkataannya. “Wuaa
Kau sangat cantik…..” Putri Min-Hwa langsung berlari pergi karena malu.
Sedangkan Yeom kebingungan melihat tingkah laku Min-Hwa.
Ia berpapasan dengan Raja yang hendak pergi ke kamarnya dan
Putri Min-Hwa pun segera berlari mengambur ke tangan Raja yang dibuka
lebar-lebar, seperti akan berpelukan. Tapi ia tiba-tiba berhenti di tengah
jalan dan menghormat dengan cara yang sopan. Ia memberitahu raja kalau ia bukan
anak kecil lagi dan ayahnya pun tertawa terbahak-bahak. Ia mempersilahkan raja
masuk ke kamarnya dengan gaya sok dewasa.
Ia pun duduk bersama ayahnya dan memberitahu kalau ia ingin
menikah dengan Yeom. Raja langsung meletakkan tangan di kepalanya. Ia sangat
pusing karena putrinya juga ingin dinikahkan dengan Putra Menteri Heo. (hahahaaaa…. Kasian Raja. Dalam satu hari,
ketiga anaknya pada minta nikah semua,, heheheee^^)
“Tidak!” jawab Raja cepat.
“Tidak? Kenapa?!” Tanya Min-Hwa kaget.
Ayahnya memberitahu kalau ia tidak bisa karena Yeom ditakdirkan
untuk melakukan hal-hal yang lebih besar.
“Ia adalah orang yang sangat jenius yang jarang ditemukan walau
dalam waktu ribuan tahun.” Jawab Raja. “Ia akan menjadi pilar Negara.”
Putri Min-Hwa tidak mengerti, jika ia begitu jenius, harusnya ia
akan cocok untuk menjadi suaminya.
“Justru karena itulah, dia akan cocok untuk menjadi suami Putri
Raja.” Ujarnya.
Raja menjelaskan jika ia menikahinya, maka Yeom tidak bisa
menjadi pejabat negara, itu sama saja dengan menghalanginya dari berbuat hal
yang besar dengan kemampuannya yang hebat.
“Jika ia menjadi suamimu, ia tidak akan bisa menduduki posisi di
pemerintaha.” Kata Raja. “Ia juga tidak bisa terlibat dalam politik. Aku tidak
bisa membiarkan orang yang sangat berbakat seperti dia menjadi suamimu.”
Putri Min-Hwa kaget, ia bertanya kalau itu artinya ia akan
menikah dengan seseorang yang jelek dan bodoh.
“Kalau begitu, aku hanya bisa menikahi seseorang yang jelek dan
bodoh?” Tanya Min-Hwa Sock sambil memegangi pipinya.
Raja berkata tidak, ia tidak bisa menikahi Yeom karena ia orang
yang ditakdirkan untuk menuntun raja selanjutnya.
“Bukan begitu” ujar Raja. “Hanya guru Heo-lah yang tidak bisa
kau nikahi.”
Putri Min-Hwa merengek, ia tidak mau mendengar perkataan Raja
lagi dan menangis sekencang-kencangnya. “pokoknya
aku tidak akan menikahi orang lain selain Yeom titik” tangisnya. (hahahaaa,,
jurus andalan Min-Hwa keluar lagi nih, tapi kayaknya kali ini jurusnya nggak
mempan deh, Raja tetep nggak mau menikahkan Min-Hwa dengan Yeom).
“Ku bilang Tidak !!” Seru Raja tegas. Tangis Min-Hwa seketika
berhenti, namun tak lama kemudian tangisnya makin meledak. (hahahaaaa… poor Min-Hwa T_T)
Raja pun akhirnya menjelaskan dengan lembut, kalau menikahi Yeom
berarti sama dengan mematahkan sayapnya dan tidak ada takdir yang lebih tragis
dari hal itu.
Yeom pulang ke rumah malam itu dan melihat Seoul yang sedang
berlatih pedang di halaman. Seoul tak sengaja mengacungkan pedangnya ke hadapan
Yeom saat berlatih, ia segera menyembunyikan pedangnya di balik punggungnya,
tapi Yeom memberitahunya kalau ilmu pedangnya sudah lebih baik.
“kemampuan pedangmu lumayan.” Puji Yeom.
Seoul menunduk ketakutan karena ketahuan belajar pedang “Maafkan
aku, tuan muda.” Katanya. “untuk apa Anda datang kemari?”
“Aku ingin menanyakan sesuatu.” Ujarnya. Ia menyuruh Seoul untuk
memandang wajahnya dan bertanya “apakah ada wanita yang mirip denganku, siapa
menurutmu yang mungkin?”
“Nona Yeon Woo.” Jawab Seoul cepat tanpa berpikir.
Yeom sudah memastikan kecurigaannya. “benar perkiraanku”
gumamnya. “tapi mereka belum pernah bertemu sebelumnya. Bagaimana mereka bisa
saling mengenal? Kapan dan dimana?”
Karena penasaran, Yeom akhirnya bertanya langsung pada Yeon Woo.
Ia duduk bersama Yeon Woo dan bertanya bagaimana Hwon bisa mengenalnya dan
apakah ia juga punya perasaan yang sama dengannya.
“Apa kau merasakan hal yang sama dengan Putra Mahkota?” Tanya
Yeom khawatir.
Yeon Woo tidak menyangkal dan ia berkata kalau ia memahami kekhawatiran
kakaknya, tapi tidak punya rencana untuk mundur.
“Aku tahu apa yang kakak cemaskan, tapi………”
Lalu Yeom memotong pembicaraannya dan bertanya apa ia tahu siapa
yang akan terpilih menjadi Putri Mahkota. Yeon Woo menjawab kalau ia sudah
tahu.
“Apa kau tahu kalau Putri Mahkota sudah ditetapkan?” Tanya Yeom
was-was.
“Aku tahu.” Jawab Yeon Woo.
Yeom memperingatkannya, jika orang tahu tentang perasaan Hwon
padanya, maka ia bisa dijadikan tumbal untuk mendapatkan kekuasaan. Yeom
menyuruhnya berpura-pura sakit dan bisa dikeluarkan dari proses seleksi. Ia
pernah mengajarinya, kalau ia punya lawan yang lebih kuat, maka sebaiknya ia
menyelamatkan diri terlebih dahulu.
“Katakan pada mereka bahwa kau punya penyakit.” Ujar Yeom.
“Hindari pemilihan itu.”
Tapi Yeon Woo menolak, ia mengaku kalau hatinya sudah menjadi
milik Hwon. “Aku tidak bisa melakukannya.” Ujarnya. “Aku tidak bisa mundur. Aku
tidak bisa membohongi Putra Mahkota.”
Yeom menarik nafas panjang, menandakan kalau ia menyerah untuk
membujuk adiknya. Ia juga terlihat sedih.
Hwon memerintahkan anak buahnya untuk membawa Ketua Murid
Sungkyungkwan, Hong Gyu Tae. Dia bertemu dengan Hong Gyu Tae secara rahasia di
tengah malam. Hong disuruh untuk mengenakan pakaian Kasim. Hwon berkata kalau
sekarang sarjana Sungkyungkwan sudah tidak terhormat lagi, karena mereka
melihat situasi terlebih dahulu sebelum melakukan sesuatu (memikirkan
keselamatan diri sendiri). Ia mengingatkan tugas sarjana Sungkyungkwan untuk
membimbing bangsa dan bertanya apakah benar jika pemilihan istri Putra Mahkota
digunakan oleh suatu klan untuk mengamankan kekuasaannya.
“Sejak aku diberi gelar Putra Mahkota, aku juga diperintahkan
untuk belajar di Sungkyungkwan.” Kata Hwon. “Belajar pada orang pandai
sepertimu adalah suatu kehormatan bagiku. Tapi sekarang, belajar di
Sungkyungkwan adalah hal yang memalukan.”
“Apa?” Hong terkejut.
“Kau harus memanfaatkan hasil belajarmu untuk membantu Raja
dengan jalan yang benar.” Ujar Hwon. “Itulah tugasmu sebagai pejabat Negara.”
“Maaf jika tebakanku salah, tapi apa maksud Anda ini menyangkut
pemilihan Putri Mahkota?” Tanya Hong seraya menebak.
“Pemilihan Putri Mahkota tidak boleh dijadikan ajang untuk
memperoleh kekuasaan keluarga.” Ujar Hwon.
Menteri Yoon bertemu dengan Ibu Suri, ia memberitahu kalau Putri
Mahkota yang diinginkan oleh Raja dan putra Mahkota adalah putri Menteri Heo.
Ibu Suri menenangkannya karena kekuasaan untuk memilih putri mahkkota ada
ditangannya. Menteri Yoon mengingatkan, jika Yeon Woo menjadi Selir Kerajaan
dan mengandung anak terlebih dahulu, maka akan berat untuk mereka. Mereka harus
punya rencana cadangan. Ia menambahkan, jika Ibu Suri bisa menghilangkan
matahari, apa ia tidak bisa menghilangkan bulan, lagipula para peramal adalah
orang-orangnya.
“Anda bisa melenyapkan matahari dengan mudah.” Ujar Yoon Dae
Hyung. “bagaimana mungkin melenyapkan bulan menjadi sulit? lagipula,
orang-orang sheongshuceong adalah bawahan Ibu Suri, apalagi yang kau
takutkan?”.
Ibu Suri tersenyum.
Hari berikutnya, Ketua Murid itu yang tak lain dan tak bukan
adalah Hong Gyu Tae, membawa para Sarjana Sungkyungkwan untuk berdemonstrasi
diluar dinding istana mengenai pemilihan Putri Mahkota agar dilakukan secara
adil. Mereka mengajukan surat tuntutan mereka.
“Demonstrasi ini direncakan langsung oleh Putra Mahkota.” Pikir
Hong Gyu Tae, dan ia pun tersenyum. “Masa depan Joseon akan menjadi sangat
menarik.”
Raja membaca Surat tuntutan itu. “Semua makhluk terutama
manusia, bisa menemukan posisi yang paling tepat dan cocok untuk mereka. Inilah
yang aku rencakan jika aku menduduki monarki. Aku akan memulai semua dari
pemilihan Putri Mahkota.”
Raja teringat dengan perkataan Hwon kemarin ketika ia memohon
agar Raja ikut turun tangan dalam pemilihan Putri Mahkota. Hwon berkata kalau
ini adalah penyalahgunaan kekuasaan dan meminta kalau perubahan ini dimulai
dengan pemilihan calon istrinya.
“Apa kau percaya bahwa pendapatmu benar?” Tanya raja
“Ya” jawab Hwon Tegas.
“Kalau begitu tunjukkan padaku.” Raja meminta Hwon untuk meyakinkannya.
Kembali ke saat sekarang (Tadi
kan raja lagi ngebayangin saat dia berbicara dengan Hwon, hehee’.’). “Inilah
yang dinamakan politik.” Raja tersenyum. Ia terkesan dengan taktik yang
dilakukan Hwon, yaitu dengan cara memobilisasi sarjana Sungkyungkwan untuk
membuat opini publik.
“Menggunakan pengaruh Sungkyungkwan untuk memperoleh perhatian
masyarakat.” Pikirnya. “Menarik sekali, Putra Mahkota.”
Demonstrasi itu berlangsung selama beberapa hari dan Dewan Istana
memperdebatkan masalah itu.
Banyak yang berpendapat Pro dan Kontra. Para pendapat kontra
menyarankan kalau Raja sebaiknya tidak mendengarkan mereka dan menghukum
mereka. Tapi Menteri Heo berkata kalau Raja seharusnya tidak meremehkan
pendapat rakyatnya, menambahkan jika hukum sudah diterapkan dengan benar, maka
tidak akan mudah digulingkan oleh pendapat mereka.
“Sudah sejak dulu pemilihan Putri Mahkota selalu dipegang oleh
Ibu Suri.” Ujar pejabat yang kontra.
“Aku setuju! Orang yang memimpin demonstrasi ini harus dihukum!”
ujar pejabat yang lain.
“Mereka melakukan itu karena cemas pada kondisi Negara dan tanpa
keegoisan.” Kata Yong Jae, membela para Sarjana. “Bagaimana mungkin kalian mengatakan bahwa
tindakan mereka salah? Lihatlah dulu opini masyarakan untuk mendapatkan jawaban
yang tepat.”
Raja akhirnya memiliki jawaban, ia sudah mempertimbangkan
pendapat para sarjana dan sudah membuat keputusan. Ia menyatakan kalau seleksi
calon ratu akan dilakukan dengan adil oleh dewan yang terdiri dari 4 orang dan
seluruh proses seleksi akan dipindahkan diluar kekuasaan Ibu Suri.
“Pemilihan Putri Mahkota sekarang berbeda dengan pemilihan yang
lalu. Ibu suri tidak akan memegang tanggung jawab lagi. Aku sendiri yang akan
memegang pilihan tersebut.” Raja memutuskan jawabannya.
Seorang pejabat menjawab Surat tuntutan para Sarjana.
Hong Gyu Tae puas mendengar jawaban tersebut.
Ibu Suri datang menemui raja. Ia bersikeras kalau ia memilih
calon ratu karena gadis itu adalah pilihan yang tepat, bukan karena hubungan
darah.
“Aku membuat pilihan pada seorang gadis untuk menjadi calon Ratu
karena gadis itu adalah pilihan yang tepat, bukan karena hubungan darah.” Ujar
Ibu Suri.
Raja lalu menjawab kalau gadis itu akan baik-baik saja jika ia
memang punya kemampuan yang baik. “Jika begitu, merubah proses pemilihan tentu
tidak akan menjadi masalah.” Ujar Raja. “Jika gadis itu memang hebat, ia pasti
akan tetap terpilih. Bukankah begitu?”
Ibu Suri sangat marah karena Raja bersikeras supaya ia tidak
turut campur dalam pemilihan calon istri Hwon.
“Jadi kau menolak permintaanku?” Tanya Ibu Suri dengan marah.
Raja hanya menjawab kalau rakyat sudah bersatu untuk hal ini dan
mereka tidak bisa diabaikan. “Hubungan ayah itu bukan hanya karena pertalian
darah, tapi lebih dari itu. Jika Raja adalah ayah dari rakyatnya, maka rakyat
juga ayah Raja.” Apapun yang dikatan Ibu Suri tidak akan bisa mengubah
keputusan Raja.
Ibu Suri benar-benar marah. “Siapa yang melindungi tahtamu
ketika para pejabat menentangmu? Aku harap kau tidak lupa kalau tahtamu itu
adalah atas usahaku dan klanku.” Kecam Ibu Suri.
“Aku tidak lupa.” Kata Raja. “Mana mungkin aku lupa?”.
Raja teringat ketika adik tirinya, Pangeran Uiseung dibunuh.
Dengan gemetar, ia mengingatkan Ibu Suri atas apa yang
dilakukannya dengan Menteri Yoon De Hyung pada Pangeran Uiseung demi melindungi
tahtanya. “Demi kekuasaan dan kekayaan klanmu, Ibu Suri dan Yoon Dae Hyung
melakukan tindakan yang sangat kejam.” Ujar Raja tajam. “Karena itulah pangeran
Uiseung terbunuh secara tidak adil.”
Ibu suri terkejut, karena ternyata Raja tahu perbuatannya. Ibu
Suri berteriak. “Jika kau tahu, seharusnya kau tidak melakukan aku seperti
ini.” Katanya dengan suara bergetar. “Karena aku, tangan yang Mulia tidak kotor
sedikitpun oleh darah.”
“Kau pikir apa alasanku tetap diam?!” seru Raja. “Aku diam
selama 13 tahun agar tetap taat pada Ibu Suri! Karena itulah, tolong jangan
membuat permintaan egois lagi. Pemilihan Putri Mahkota akan dilakukan secara
adil.” Ibu suri geram mendengar perkataan Raja.
Ibu Yeon Woo melatih putrinya untuk proses pemilihan itu. Ia
mengajarinya untuk membungkuk hormat dengan suara berdebum, makan mie dengan
suara menyeruput dan mengatakan kalau hobinya adalah membaca dan menulis, bukan
pekerjaan seorang wanita seperti menyulam. Yeon Woo heran, bukankah jika dia
melakukan itu malah akan menyebabkan dia tereleminasi. (Rupanya ibu Yeon Woo ingin agar putrinya tereleminasi pada putaran
pertama).
Yeon Woo memberitahu ibunya kalau apapun yang terjadi, ia ingin
membuat ayahnya bangga dan memberitahu ibunya supaya tidak usah khawatir.
“Jangan cemas, bu” ujar Yeon woo seperti memahami kekhawatian
ibunya. “Apapun hasilnya nanti, aku ingin tetap menjadi putri yang yang bisa
membanggakan dan ibu. Jadi, lihat saja aku bu”
Dengan mata yang berkaca-kaca wanita tua itu hanya bisa memeluk
putrinya dengan erat dan mendesah panjang.
Hari berikutnya proses pemilihan pun dimulai, para gadis memenuhi
istana, mereka datang dari tempat yang jauh maupun dekat untuk memberi salam
pada Raja.
Malam harinya, Yeon Woo berada di luar rumah seorang diri. Ia
memandangi langit.
Yang Myung datang menemui Yeon Woo untuk berpamitan. Ia berpakaian
dengan pakaian bepergian. Yeon Woo memarahinya karena datang terlalu malam,
tapi kemudian ia melihat kalau Yang Myung akan pergi lagi (melakukan perjalanan, seperti mengembara.).
“setelah beberapa hari menetap disini, aku ingin melakukan
perjalanan lagi.” Ujar Yang Myung. “Aku datang karena ingin melihatmu dulu
sebelum pergi.”
Yang Myung mencondongkan badannya dan mendekatkan kepalanya ke
wajah Yeon Woo, supaya ia bisa melihat Yeon Woo dengan baik. Yeon Woo kaget dan
sedikit menggerakkan kepalanya ke belakang.
“Wajah yang jelek.” ledeknya. “Karena aku sudah
melihat, aku akan pergi sekarang.” Sambil membalikkan badan dan hendak
melangkah pergi. Wajahnya seketika menjadi murung.
“apa kau akan kembali?” Tanya Yeon Woo.
Kata-kata Yeon Woo menghentikan langkah Yang Myung dan ia pun
berpaling. “Kenapa?” Tanya Yang Myung. “Apa kau takut aku tidak kembali?”
“Itu karena kau biasanya tidak membiarkan orang menemukanmu
dalam waktu tertentu.” Jawab Yeon Woo. “Semua orang akan khawatir. Jika kau
pergi, paling tidak berilah kabar…”
“Apa kau mau pergi bersamaku?” Tawarnya. “Walaupun kau pergi,
masih ada putri pejabat Yoon yang akan menjadi Putri Mahkota. Jika kau
menempati urutan tiga besar, hal terbaik yang terjadi padamu adalah menjadi
selir Putra Mahkota dan selamanya dilarang memasuki istana. Jika tidak, maka
kau tidak akan bisa menikah dan akan hidup sendirian sepanjang sisa hidupmu. Jika
kau mau melarikan diri, jika kau menginginkannya… Aku bisa membuang
kebangsawananku, namaku, dan melindungimu.” Ujar Yang Myeong panjang lebar.
“leluconmu berlebihan” Ujar Yeon Woo.
Dengan patah hati, Yang Myeong tertawa dan setuju dengannya. “Apakah
kau tidak menyesal, akan keputusanmu ini? Walau hanya sedikit?” tanyanya
mengingatkan.
“Ya.” Jawab Yeon Woo tanpa ragu-ragu.
“Jangan berpikir terlalu banyak.” Ujar Yang Myeong. “Kau pasti
bisa mengalahkan semua saingan dengan mudah.” Yang Myung memberinya semangat
untuk mengalahkan Bo Kyung dengan satu pukulan dan menyentil dahinya untuk terakhir
kalinya. Ia pun pergi.
Ia melompat keluar dari rumah Yeon Woo. Dan menemui Woon yang
sudah menunggunya.
Yang Myung berjalan sambil mengobrol dengan Woon. Ia mengatakan
bahwa ia pernah membaca sebuah buku Confucius.
“seorang anak bertanya kepada gurunya. Ia menanyakan, bagaimana Jika
seorang ayah memukul anaknya tanpa alasan. Karena sang anak berbakti pada
ayahnya, maka ia tidak akan melawan ayahnya.” Yang Myung bercerita. “Lalu sang
guru menjawab. Jika seorang anak dipukul ayahnya tanpa alasan, dan kemudian
anak itu mati, maka ayahnya adalah seorang pembunuh bagi anaknya sendiri. Jika
seorang ayah memukul anaknya tanpa alasan, maka dia (sang anak) harus melarikan
diri.” Tuturnya.
“Jadi kau berniat pergi?” Tanya Hwon.
“Pohon ini berniat ingin menetap, tapi angin terus menerus
berhembus meniupnya dengan kencang. Apalagi yang bisa kulakukan? Lebih baik
menghindar daripada rusak atau ditebang.” Ujar Yang Myong penuh pribahasa. Woon
tidak bisa membantah karena ia tahu apa yang terjadi antara Yang Myung dengan
Raja.
Yang Myung tersenyum dan mendongak memandang bulan. “Tapi bulan
itu… Tak peduli kemanapun aku pergi, ia akan selalu mengikutiku.”
Sepuluh hari kemudian…
Pemilihan Putri Mahkota menyisakan 3 finalis. Mereka adalah
seorang gadis (tak tahu siapa namanya,
karena memang gadis ini mungkin tidak ber-akting banyak dalam drama ini. Jadi
ia tidak begitu dikenal), Bo Kyung, dan terakhir Yeon Woo.
Raja duduk dengan mereka untuk menguji ketiga gadis itu dengan
mengajukan sebuah pertanyaan.
“Aku adalah Raja Joseon.” Ujarnya. “Jika kau menilaiku dalam
bentuk uang, menurut kalian, berapa hargaku?” tany Raja.
Raja meminta gadis pertama untuk menjawabnya. Tapi gadis itu
kebingungan dengan pertanyaan Raja. “Seratus ribu. Bukan, satu juta nyang.”
Dengan terbata-bata “Maafkan hamba. Hamba tidak tahu berapa banyak nilai yang
mulia bila dihargai dengan uang. Hamba tak tahu tentang uang dengan baik”
Raja meminta Bo Kyung menjawab. “Harga Yang Mulia lebih tinggi
dari langit, dan lebih luas dari dalamnya lautan. Tidak ada perak di dunia ini
yang bisa digunakan untuk mengukur kebesaran Raja. Mohon maaf, tapi tunggulah
sampai ada alat yang bisa digunakan untuk mengukur tingginya langit dan
dalamnya lautan.” Ibu Suri tersenyum puas mendengar jawaban Bo Kyung.
Raja meminta Yeon Woo Menjawab. “Jika yang mulia meminta, maka
saya akan menjawab.” Katanya. “Satu nyang.” Raja terkejut. Ibu suri tersenyum
meremehkan.
Hwon sedang berusaha mengalihkan perhatiannya dengan latihan
memanah saat prosesi itu berlangsung. Tapi panah itu terus meleset dari
targetnya.
Kasim Hyung Sun berlari menghampiri Hwon yang sedang memanah, ia
terengah-engah menahan napas. Dengan tidak sabar Hwon pun menanyakan hasilnya….
“Bagaimana hasilnya?” Tanya Hwon cemas.
Calon pengantin menghormat pada Ibu Suri dan mengangkat
kepalanya.
Ternyata yang terpilih adalah Yeon Woo (Ciaaaaa…. Akhirnya dia yang terpilih.. duhh senengnyaa^^). Raja
dan Ratu menatapnya dengan senyuman. Calon menantu mereka. Ibu Suri menerima
penghormatan itu dengan wajah muram, ia marah dalam hatinya.
Kilas balik :
“Orang yang punya 10.000 nyang menganggap uang 1 nyang itu tidak
berarti. Tapi orang miskin tahu betapa berharganya 1 nyang itu. Raja adalah 1
nyang yang berharga bagi semua, khususnya untuk orang yang tidak punya apa-apa.
Lagipula nilai 1 nyang itu sama bagi semua orang, jadi Yang Mulia adalah Raja
untuk orang miskin ataupun orang kaya. Semua kebijakan Yang Mulia adalah demi
kebaikan rakyat jelata” ujar Yeon Woo saat ia dalam prosesi pemilihan Putri
Mahkota.
Yeon Woo menjawab satu nyang. Raja memuji kepandaiannya. Selama
ini ia sudah mengagumi kemampuan ayah dan kakaknya. Punya menantu yang pintar
seperti dirinya membuatnya merasa sangat bangga.
“Menantu yang seperti ini jarang ditemui” Kata Raja, memuji Yeon
Woo.
Ratu tersenyum. “Benar, Yang Mulia.”
Semua orang senang melihat Yeon Woo. Kecuali satu orang, siapa
lagi kalau bukan Ibu Suri.
“Ayah dan kakakmu adalah orang yang sangat cemerlang.” Ujarnya.
“dan ayahmu memiliki putrid yang cantik dan bijaksana sepertimu. Ini adalah
suatu anugrah dari Negara.” Raja berpaling melihat wajah ibu suri. “Ibu, tolong
beri wejangan untuk Putri Mahkota.”
Ibu Suri menatap Yeon Woo tajam. “Apa yang bisa dikatakan wanita
tua sepertiku?” ujar ibu suri. “Tolong mengabdilah pada Putra Mahkota dengan
tulus”
“Hamba akan mengingat perkataan Ibu Suri di dalam hati.” Jawab
Yeon Woo.
Putri Min-Hwa berbaring di kamarnya. Ia meneruskan mogok
makannya, ia lebih baik kelaparan daripada tidak menikahi Yeom. Ia merengek dan
menangis, memohon pada semua orang yang mendengarkannya, pada ibu, nenek (ibu
suri) untuk mengubah pendapat Raja.
Ibu Suri mendengarkan rengekannya, jika Yeon Woo bisa menikah
dengan kakaknya, kenapa ia tidak bisa menikahi Yeom. Lebih baik ia mati
daripada tidak menikahi Yeom. Ibu Suri pun mendapatkan ide.
Jang Nok Young memandang langit malam dan melihat awan hitam yang menakutkan
menutupi bulan. Ia punya firasat kalau akan terjadi hal yang buruk.
Yeon Woo dibawa ke kediamannya di bangunan bulan perak sampai
hari pernikahannya. Mulai besok ia akan mendapatkan pelajaran yang dibutuhkan
untuk menjadi Putri Mahkota. Pelayan barunya meninggalkan saputangan, dan
berkata kalau ia nanti membutuhkannya dan meninggalkannya agar ia beristirahat.
“Anda akan membutuhkan sapu tangan ini.” Ujar sang pelayan.
Ketika semua pelayan pergi, dan tinggallah dia seorang diri, dia
merasa kesepian di dalam kamar yang begitu luas itu. Yeon Woo sadar betapa ia
merindukan ibunya dan mulai menangis.
Ia melihat saputangan yang ditinggalkan pelayannya tadi.
“Mungkin untuk inilah sapu tangan ini” gumamnya. Ia menangis tersedu dan
menutupi wajahnya dengan sapu tangan itu.
Perlahan ia menyadari, ternyata sapu tangan itu ada tulisannya.
Ia membuka saputangan itu dan membacanya. “Apakah kau menangis karena
merindukan keluargamu?” Tanya Hwon dalam suratnya. “ Jika iya, lihatlah keluar
jendelamu.”
Yeon Woo menuruti perkataan Hwon, ia berjalan menuju jendela dan
membukanya. Dan ia melihat Hwon sedang menatapnya.
“Putra Mahkota!” Seru Yeon Woo Terkejut.
“Apa aku membuatmu terkejut?” Tanya Hwon, ia tersenyum.
Yeon Woo langsung berkata kalau ini dilarang. “Kau dilarang
kesini, bukan?” Tanya Yeon Woo
“Aku menyogok seseorang” Jawab Hwon.
Yeon Woo langsung menutup jendelanya dan bersembunyi di balik
jendela itu.
“Tunggu dulu, Yeon Woo!” Seru Hwon.
“Kembalilah!” pinta Yeon Woo dari balik jendela. “Putra Mahkota
akan menjadi contoh bagi rakyat dan menjadi pondasi….” Sudah tidak ada suara di
luar pikir Yeon Woo.
Yeon Woo lalu mengintip dari balik jendelanya dan merasa kecewa
karena Hwon langsung pergi seperti yang dia inginkan. Dia membuka jendelanya
lagi dan benar, ia tidak menemukan Hwon berdiri disana lagi. Ia lalu berhambur
lari keluar.
Yeon Woo sangat terkejut karena di luar ia melihat Hwon berdiri
di depan sebuah teater kecil. Lengkap dengan dua buah kursi yang di khususkan
untuk dia dan Hwon. Para pelayan dan kasim juga berada di sana.
Hwon tersenyum. “Apakah kau sudah selesai menangis?” Ia meyakinkan
kalau ia sudah mendapat ijin khusus dari Raja. “Aku mendapat izin khusus dari
Yang Mulia, jadi jangan khawatir.” dan Hwon pun menunjuk tempat duduknya.
“Karena malam mini kita tidak bisa tidur, lebih baik kita
nikmati saja.” Ujar Hwon seraya mempersilahkan Yeon Woo duduk.
Hwon mengulurkan tangannya, dan Yeon Woo pun menyambutnya dengan
malu-malu. Mereka duduk sambil tersenyum.
“ini pertunjukan dadakan.” Bisik Hwon. “Jadi, tolong kelihatan
senang saja ya walau pertunjukannya jelek.” Yeon Woo tersenyum.
Kepala Kasim Hyung Sun muncul dari dalam teater dengan boneka
kecil yang berbentuk seperti Hwon dan Yeon Woo. Ia memperagakan pertunjukan
boneka itu. Wajah Yeon Woo pun jadi cerah.
Hwon senang melihat Yeon Woo tertawa.
Di sisi lain, Jang Nok Young dipanggil untuk menghadap Ibu Suri.
Ibu Suri menyuruhnya untuk membunuh Yeon Woo.
“Tidak mungkin membunuh atau meracuninya.” Ujar Ibu Suri. “Hanya
kau yang bisa mencelakainya dari jarak jauh.”
Jang Nok Young terkejut. Ia mengingatkan Ibu Suri kalau ia
melayani Raja dan sekarang Yeon Woo adalah seseorang yang harus dilindunginya.
“Tugasku adalah berdo’a untuk kesejahteraan anggota keluarga.”
Katanya. “sekarang ia sudah menjadi anggota keluarga kerajaan.”
Tapi dengan tenang, Ibu Suri mengancam Seongsucheong, departemen
milik para peramal, yang akan kehilangan semua kekuasaannya jika ia menarik
dukungannya.
Dulu ia berkata kalau Bo Kyung yang akan menjadi ratu, maka
sekarang ia harus mempertanggungjawabkan semua yang diucapkannya. Ia menyuruh
Jang Nok Young untuk menggunakan ilmu hitamnya untuk membunuh Heo Yeon Woo.
“Gunakan sihir hitammu dan bunuh gadis itu, Heo Yeon Woo.” Ibu
Suri memaksa Jang Nok Young.
Jang Nok Young terhuyung-huyung masuk ke dalam kamarnya dengan
linglung. Ia bertanya pada Ah-Ri apakah ia adalah energi gelap yang mengancam
Yeon Woo. Siapa yang seharusnya dilindunginya, Seongsucheong atau Yeon Woo?
“orang itu adalah aku Ah-Ri.” Jang Nok Young bergumam dalam
hati. “Orang yang menyebabkan kematian anak itu adalah aku.
Tolong katakan padaku Ah-Ri. Apa yang harus aku lakukan.
Melindungi Seongsucheong atau anak itu?” Jang Nok Young berdo’a di
Seongsucheong.
Ia terjatuh ke lantai dan tiba-tiba dia berada di dekat kuburan yang
sama dari visi sebelumnya. Sebuah pita merah melayang dan tersangkut di
sebatang ranting. Jang Nok Young melihat dan menemukan karakter “Dua”, “Manusia”,
dan “Tenaga Kerja”, yang membuatnya terkejut.
Pita itu kemudian melayang lagi dan jatuh ketangan Jang Nok
Young. Karakter itu menghilang dan kemudian muncul lagi membentuk kata “Shaman”
dan terbang dari tangannya menuju langit.
Saat Hwon dan Yeon Woo menonton pertunjukkan boneka yang
diperagakan oleh Kasim Hyung sun, Jang Nok Young mengulang takdir yang
dilihatnya untuk Yeon Woo. “Walaupun berada di dekat matahari akan menimbulkan
bencana, tapi sudah menjadi takdirnya untuk berada di sisi matahari dan
melindunginya.” Kata-kata Ah-ri terus terngiang di benak Jang Nok Young.
“Apakah aku tidak punya pilihan selain membunuhnya?” pikirnya dalam hati.
^^Bersambung di Episode 5^^
0 komentar:
Posting Komentar