Princess Mimi. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

^^ Baca ini dulu ^^

Perhatian !!


Dengan Hormat, kepada teman-teman sesama blogger semua. Mohon untuk tidak meng-CP (CoPas) artikel dalam blog ini. Tapi jika ingin mengikuti blog saya ini, silahkan me-Link Url alamat situs blog saya http://mimi.cupcup.blogspot.com/


Terima kasih



TTD

Princess Mimi

TM E TS "Episode 4"



Hwon dan Yeon Woo bertatapan, saling memandang satu sama lain. Mereka sama sekali tidak menyadari bahwa ada yang melihat mereka berdua. Yang Myung sangat sedih dan terpukul saat melihat Hwon dan Yeon Woo bersama. Tidak hanya itu, ternyata Bo Kyung juga melihatnya, ia menangis di kejauhan.


Mereka menanyakan nama masing-masing.

“Jadi… namamu adalah Yeon Woo.” Hwon menerka. “Apa itu artinya adalah Hujan rintik-rintik (gerimis).”
“Ya, begitulah artinya dalam bahasa cina.” Jawab Yeon Woo.
“Bisa juga diartikan Embun.” Ujar Hwon. “Nama yang sangat indah.” Pujinya, mengagumi nama Yeon Woo. Yeon Woo tersenyum.
“Maaf atas kelancanganku, tapi apa arti dari nama Hwon?” Tanya Yeon Woo.
“Arti namaku adalah Matahari.” Jawab Hwon. “Kenapa sebelumnya kau menghindariku? Apa kau tidak menyukaiku?” Selidik Hwon.
“Tidak, bukan begitu.” Jawab Yeon Woo dengan gagap.
Hwon senang mendengarnya, ia tersenyum lebar. “Jadi kau tidak membenciku?” tanyanya.


Yeon Woo tersadar kalau jawabannya tadi berarti ia mengakui kalau ia menyukai Hwon. Yeon Woo pun berpaling karena malu. Hwon mendesaknya untuk mengatakan yang sesungguhnya kenapa ia menghindarinya.
“Tapi kenapa kau menolak menemuiku dan membuatku mendapat resiko?” Tanya Hwon lagi. Yeon Woo hanya menunduk diam.



“Kau masih tidak mau menjawab, hah?.” Tanya Hwon.
Dan Yeon Woo berkata kalau ia tahu Hwon menyukai gadis lain yang bernama Bo Kyung.
“Apa putra mahkota sudah memiliki seseorang di hati?” Tanya Yeon Woo malu.
“Apa maksudmu?” Hwon bingung dengan pertanyaan Yeon Woo.
“Belum lama ini, aku mendengarkalau putra mahkota menemui seorang pejabat.” ujar Yeon Woo
Hwon segera menjelaskan kalau itu kesalahan karena Yeon Woo berbohong pada Hyung Sun.
“Itu semua karena kau!” seru Hwon kesal. “Jika kau tidak berbohong , kasimku tidak akan menjemput orang yang salah dan menyebabkan kesalahpahaman!”


Wajah Yeon Woo pun menjadi cerah.
Hwon terdiam dan menatap Yeon Woo dengan tajam.
“Tunggu sebentar.” Hwon menyadari sesuatu. “jangan bilang kalau kau……”
“Apa?” Tanya Yeon Woo Bingung.
Hwon mencondongkan badannya mendekat kea rah Yeon Woo “Apa mungkin? Apa kau…. Cemburu karena aku menemui gadis itu?” tanyanya.


“Apa?” Tanya Yeon Woo dengan gagap dan buru-buru memalingkan wajahnya. “tentu saja tidak.”
Hwon Tertawa. “Bagus sekali kalau seorang gadis merasakan cemburu di hatinya. Seseorang yang akan menjadi pendampingku suatu saat nanti  ternyata bisa juga cemburu.”
“Sudah ku bilang aku tidak…” kata-kata Yeon Woo terpotong. “Apa”
Hwon tersenyum melihat wajah Yeon Woo yang terkejut.


Hwon memberitahu Yeon Woo tentang pendaftaran calon putri mahkota. Kerajaan sudah memutuskan kalau semua gadis dengan umur 12-16 tahun langsung menjadi kandidat putri mahkota. Yeon Woo pasti akan jadi salah satu kandidat Putri Mahkota. Ia berkata kalau ia akan menunggunya, menunjukkan kalau ia ingin menikahinya.

“Beberapa hari lagi akan ada ujian istana.” Ujar Hwon. “Ujian itu dilaksanakan untuk memilih calon pendamping bagi putra mahkota. Kemungkinan kau akan dipilih sebagai kandidat. Aku akan menunggu. Aku yakin kau bisa menjadi Putri mahkota.”

Mata Yeon Woo melebar, ia pun tersenyum. Wajahnya terlihat cerah begitu mendengar ucapan Hwon. Hwon tersenyum.

Mereka saling memandang dengan penuh perasaan sampai bunga sakura tidak berguguran lagi dan Hwon memandang ke atas dengan kesal. Ia kemudian pura-pura batuk dan ternyata Hyung Sun ada di atas atap sambil membawa satu tas penuh kelopak bunga dan kipas. Rupanya ia tadi ketiduran.
Setelah mendengar sinyal Hwon, Hyung Sun segera menyebarkan kelopak bunga itu dan mengipasinya, supaya terlihat seperti berguguran.


Paginya, Hwon terus memandangi tanaman seladanya. Ia sangat bahagia atas pertemuannya tadi malam denga Yeoon Woo. Kasim Hyung Sun memuji dirinya sendiri, karena tidak benar-benar membuang tanaman itu. Ia berkata dengan penuh kepuasan, kalau ia tahu Hwon akan menginginkannya lagi.

“Aku tahu putra mahkota pasti akan menginginkan tanaman itu lagi” ujar Kasim Hyung Sun. “Oleh karena itulah aku tidak pernah membuangnya.”

Hwon berkata kalau Kasim Hyung Sun tidak tahu alasan Yeon Woo memberinya tanaman selada, tapi ternyata Kasim Hyung Sun tahu, Ia mengungkapkan jawabannya. tanaman itu menandakan penantian dan rakyat dari negara ini.

“Yeon Woo punya alasan kenapa dia memberiku selada ini.” Kata Hwon. “Kau tidak tahu alasannya, kan?”


Kasim tersenyum. “alasannya adalah untuk menyampaikan harapan rakyat.”
Hwon terkejut dan menoleh menatapnya.

Hyung Sun menjelaskan. “Tidak peduli seberapa lama pangeran menunggu akan tumbuh menjadi apa tanaman tersebut. Sama halnya ketika para petani dan rakyat jelata menunggu sayuran mereka tumbuh. Konon selada dipercaya sebagai obat. Awalnya, mungkin anda akan lelah karena menunggu, namun jika sudah tumbuh, selada bisa digunakan untuk mengembalikan tenaga. Selada juga bisa meningkatkan kepintaran  serta mengurangi demam. Arti dari tanaman itu adalah kerja keras dan menunggu dengan setia. Saat itu, putra mahkota tidak menyukai guru Heo. Nona Yeon Woo ingin menyampaikan agar Anda tidak mempermasalahkan hal itu lagi dan berkonsentrasi belajar.”

Hwon ternganga mendengar penjelasan kasim yang panjang lebar itu. “Bagaimana kau bisa mengetahuinya?”
Kasim Hyung Sun mendesah, “Karena ini sudah ke empat belas kalinya anda menceritakan kisah tanaman selada itu padaku!”

Hwon tidak ingat dan Kasim Hyung Sun berkata kalau ia terus mengulanginya dan kepalanya bukan dari batu, bagaimana ia tidak bisa mengingatnya.

Hwon tidak mendengar rengekannya dan bertanya-tanya kalau ia pasti sangat tergerak oleh kata-kata Yeon Woo. Kasim Hyung Sun mengeluh, tentu, sekali atau dua kali, tapi empat belas kali……. ia kemudian tersadar dan menghentikan ucapannya sebelum Hwon marah.

“Kau juga kagum dengan kebijaksanaan Yeon Woo Bukan?” Tanya Hwon. “Tunggu dan lihat saja. Dia akan menjadi Ratu Negeri ini.”


Di kota, Perintah kerajaan sudah ditempelkan di jalan-jalan (Pengumuman bahwa akan diadakan pengumuman kontes Putri Mahkota), gadis yang sudah pantas menikah diminta untuk mendaftarkan diri. Yang Myung sedang berjalan-jalan di kota, ia melihat pengumuman itu dan terkejut, wajahnya menjadi pucat.


Hwon pergi belajar dengan sangat bersemangat hari itu. Dalam pelajarannya dengan Guru Heo (Yang tak lain dan tak bukan adalah Yeom, kakak Yeon Woo), Hwon bertanya apa Yeon Woo sudah mendaftarkan diri untuk menjadi calon istrinya atau belum? Yeom berkata kalau Yeon Woo belum mendaftar.

“Apakah Yeon Woo sudah mendaftar untuk ujian istana?” Tanya Hwon pada Guru Heo.
“Belum.” Jawab Yeom.
“Kenapa. Apa ada masalah?” Tanya Hwon lagi.
Yeom pun berlutut dan memohon pada Hwon untuk membiarkan adiknya tidak mendaftar.


“Putra mahkota, mohon kabulkanlah permintaan hambamu ini. Dari sekian banyak gadis di Joseon, ia pasti akan menjadi salah satu yang terpilih. Tapi bisakah adikku jangan dipilih? Hamba memohon pada anda, Putra Mahkota.” Pinta Yeom.

Hwon terkejut. “Kenapa kau memohon seperti ini?” Hwon ingin tahu apa alasan Yeon Woo tidak bisa mendaftar.

Yeom terdiam sesaat. “Karena putra mahkota dan adikku, kalian berdua tidak mungkin bisa bersama.”
Hwon menjadi marah, ia menolak dan Yeom terus memohon, ia bersedia menerima hukuman apapun, asalkan adiknya dilepaskan dari kewajiban itu.

“Aku dan Yeon Woo tidak bisa bersama?” Tanya Hwon kaget.
“Aku akan menerima hukuman apapun dari anda, Tapi…” kata-kata Yeom terpotong.
Hwon berdiri dengan marah, ia berteriak. “Apa kau ingin menjadi pemberontak dengan membangkang perintah Raja?” Tanya Hwon seraya mengacam. “Tidak!! Aku tidak bisa melakukannya. Alasanku yang pertama adalah karena aku tidak ingin kehilanganmu. Alasan yang kedua adalah karena aku……..”. Yeom menunggu kelanjutan dari perkataan Hwon, namun Hwon hanya diam saja.


Semua penjaga dan para dayang mencondongkan badannya ke dinding (untuk mendengarkan kelanjutan dari perkataan Hwon), Yeom menahan napasnya.
Dan Hwon mengatakan. ”…..karena aku menyukaimu!” Ia tidak mengatakan nama Yeon Woo dengan keras, sehingga ia seperti sedang menyatakan cinta pada Yeom.


Yeom terdiam membeku dan bengong seperti tak percaya dengan perkataan Hwon barusan. Sedangkan Hwon menutup muka dengan kedua tangannya. Ia pun berlari keluar karena malu. Hyung Sun berusaha memperbaiki keadaan. Ia berusaha menjelaskan pada para penjaga dan dayang kalau bukan Heo Yeom yang disukai Hwon.


Kasim juga masuk ke dalam ruangan dan  menjelaskan pada Yeom bahwa ia salah paham. “Itu bukan dirimu! Aku tidak bisa memberitahumu, tapi yang dimaksud adalah seseorang yang sangat mirip denganmu, tapi ia seorang gadis…” Yeom masih terdiam bengong dan tak berkata sepatah katapun (Masih shock kali ya, hehehee ^^)


Hwon pusing dengan ulahnya sendiri. Kasim Hyung Sun mengomeli Hwon karena tidak spesifik ketika menyebut tentang Yeon Woo. Hwon mendesah dan bertanya-tanya bagaimana sebaiknya ia menyatakan perasaannya terhadap Yeon Woo pada orang lain padahal ia sendiri belum mengatakan tentang perasaannya pada Yeon Woo.

“Aku belum mengatakannya pada Yeon Woo, mana mungkin aku mengatakannya pada orang lain terlebih dahulu.” Ujar Hwon pada kasimnya.


Hwon mendengus, ia berpikir kalau ia dan Yeom sudah seperti saudara, tapi sangat jelas kalau Yeom berpikir dirinya tidak pantas untuk adiknya. Kenapa ia punya permintaan seperti itu. Hyung Sun menjelaskan kalau bukan itu yang dipikirkan Yeom.

“Bagaimana mungkin Guru Heo mengajukan permohonan seperti itu?” Tanya Hwon kesal.
Kasim menarik nafas panjang. “Anda benar-benar tidak tahu alasannya?” tanyanya.
“Ia merasa kalau aku tidak pantas untuk adiknya.” Pikir Hwon kesal.
“Maafkan aku, tapi bukan itu maksud guru Heo.” Ujar Kasim Hyung sun.
“Apa maksudmu?” Hwon bingung sendiri.


Ayah dan Ibu Yeon Woo mendebatkan tentang pemilihan Putri Mahkota. Menteri Heo ingin mendaftarkan Yeon Woo sebagai calon Putri Mahkota sedangkan ibunya tidak setuju, alasannya karena itu adalah suatu hal yang tidak berguna. Mereka tahu bahwa yang akan terpilih adalah Bo Kyung, putri Menteri Yoon Dae Hyung. Yang Ibu Yeon Woo khawatirkan adalah, jika Yeon Woo masuk dalam kategori finalis 3 besar, ia tidak akan terpilih menjadi istri Hwon (Karena sebelumnya mereka sudah tahu kalau Bo Kyung yang akan terpilih), tapi ia juga tetap dianggap sebagai milik Hwon, sehingga ia tidak bisa menikah dengan orang lain, dan juga tidak bisa menikah dengan Hwon. Kemungkinan yang terbaik, ia akan dijadikan selir (Seperti ibunya Pangeran Yang Myung). Itu adalah takdir yang sangat kejam, karena statusnya yang tidak jelas, ia hanya bisa hidup sendiri atau ada diantaranya (sebagi Selir), Ibunya tidak rela kalau Yeon Woo bernasib tragis seperti itu. Tapi Menteri Heo tidak mau melanggar hukum.
Diam-diam Yeon Woo ternyata mendengarkan perdebatan orang tuanya dari luar.


Kasim Hyung Sun menjelaskan pada Hwon kalau Yeom berusaha melindungi adiknya. Jika ia terpilih sampai ke final, tapi tidak terpilih sebagai istri Raja, maka ia dan gadis yang tidak terpilih lainnya tidak diperbolehkan memasuki istana dan sepanjang hidupnya akan dianggap sebagai selir raja, ia tidak bisa menikah dengan orang lain dan akhirnya akan dilupakan.

Hyung Sun menambahkan kalau beberapa akan dibawa ke istana bawah untuk hidup sebagai selir. Hwon tersadar kalau ibu Yang Myung dulu juga kandidat Putri Mahkota. Raja kasihan padanya dan membawanya ke istana.

Semua keputusan ada di tangan Ibu Suri dan dia pasti akan memilih Bo Kyung, putri Menteri Yoon untuk dijadikan istrinya. Hwon pun pergi menghadap ayahnya dan memohon supaya ayahnya menurunkan perintah untuk memilih putri mahkota dengan persyaratan yang lebih ketat. Raja tidak mau karena itu bukan kewenangannya. Hwon pun memohon agar ayahnya pergi menemui Ibu Suri. Tapi Raja berkata kalau ada beberapa hal, dimana seorang raja pun tidak bisa ikut campur.

Hwon bersujud di hadapan ayahnya. “Ananda ingin memohon pada Yang Mulia mengenai pemilihan Putri Mahkota”. Pintanya.

“Yang menangani pemilihan itu bukan aku, tapi Ibu Suri”. Jelas sang Raja.
“Yang Mulia, tolong berikan perintah agar pemilihan Putri Mahkota dilakukan dengan persyaratan yang lebih ketat”. Pintanya lagi.
“Aku tidak bisa melakukan apapun”. Tolak Raja. “Lebih baik kau menemui Ibu Suri untuk membicarakan masalah ini”.

Ketika Hwon sedang menemui Raja, ternyata Yang Myung datang ke istana, dia berada di luar di depan kediaman Raja. Ia melihat Kasim Hyung Sun dan bertanya apakah Hwon ada di dalam. Kasim Hyung sun menjelaskan kalau dia tidak boleh mengganggu pertemuan itu.


Hwon berusaha terus untuk membujuk ayahnya, namun Ayahnya terus mengatakan bahwa ia tidak berhak ikut campur tangan soal pemilihan Putri Mahkota, karena itu adalah tugasnya Ibu Suri.
Raja memarahi kalau Hwon tidak boleh egois, semua ini terjadi karena kesalahannya (bertemu Bo Kyung secara rahasia), jadi ia harus bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Akhirnya Hwon pun meminta hal yang paling sederhana dari Raja, yaitu membuat agar pemilihan putri mahkota ini dilakukan secara adil, sehingga bisa menghentikan jalur kekuasaan atas kerajaan oleh satu klan tertentu.



Di kamarnya, Hwon meminta Hyung Sun untuk membawa ketua murid Sungkyungkwan secara rahasia (sepertinya dia memiliki suatu rencana). Ini adalah kesempatan terakhirnya, jika ia ketahuan, maka ia bisa mati.


Yang Myung pergi menemui raja. Ia mengingatkan raja tentang janjinya untuk menikahkan Yeon Woo padanya. Raja berkata kalau ia tidak berjanji seperti itu, ia hanya akan memikirkannya.
“Aku tidak pernah menjanjikan hal itu padamu.” Ujar Raja. “Aku hanya mengatakan bahwa aku akan mempertimbangkan permintaanmu. Jika sudah tidak ada yang ingin kau katakan, kau boleh pergi.”



Yang Myung menjadi panik dan bertanya kenapa Raja menjadi seperti itu, apa Hwon juga punya permintaan yang sama, apa ia lebih memilih Hwon, apa Yeon Woo yang akan jadi calon Ratu?

“Apakah ini karena permintaan Putra Mahkota?”. Tanya Yang Myung dengan wajah sedih. “Jangan katakan bahwa ia juga punya permintaan yang sama denganku. Apakah kau lebih memilih Putra Mahkota? Ia hanya seorang anak pejabat. Apa kau kira ia bisa menjadi Ratu?” Tanyanya sedih.

Raja hanya berkata, jika Yeon Woo terpilih, maka ia akan menjadi istri Hwon. Tapi Yang Myung menyahut kalau semua orang tahu kalau Bo Kyung yang akan dijadikan calon istri Hwon, jadi apa yang terjadi pada Yeon Woo?

“Jika ia lolos, maka semuanya mungkin”. Jawab Raja datar.
“Jika ia tidak terpilih, apakah aku bisa menikahinya nanti?” tanya Yang Myung.
Raja pun berteriak dengan marah. “Gadis yang masuk tiga besar adalah juga milik Putra Mahkota.” Ujar Raja. “Apakah kau lupa dengan peraturan ini?!”
“Jadi kau ingin melihat gadis yang kucintai terpuruk?” Tanya Yang Myung penuh emosi. “Semua orang sudah tahu kalau putri pejabat Yoon lah yang akan terpilih menjadi Putri Mahkota!” serunya. “Kau pikir aku hanya akan berdiam diri melihat semuanya. Aku akan tetap menikahinya jika hal itu terjadi.” Ujar Yang Myung tegas.

“Apakah aku harus menghukummu agar kau berhenti bicara?!” bentak Raja. “Jika kau masih bersikeras mengatakan hal ini, maka ini sama halnya dengan…. Pemberontakan.”


Yang Myung menghambur keluar sambil menangis. Ia berdiri menatap istana dan teringat masa kecilnya dengan Hwon. Bayangannya terlihat seperti nyata.

“Jangan tertawa seperti itu, Putra Mahkota” ujar Yang Myung melihat Hwon kecil yang selalu tersenyum dan tertawa senang bila bersamanya. “Kau selalu bisa mendapatkan apa yang juga kuinginkan dengan mudah. kau selalu bisa memiliki semua orang yang kuinginkan. Tolong, berhentilah tersenyum seperti itu. Supaya aku dengan bebas bisa membencimu.

Hwon kecil tersandung dan jatuh, tanpa berpikir, Yang Myung berlari untuk menangkapnya dan melupakan rasa marahnya. Ia memandang mata Hwon kecil dan meneruskan bayangan nyatanya. “Jika kau tidak bisa membiarkan itu terjadi, tolong lenyapkan kesedihan dan ambisi yang besar dari dalam hatiku.”


Raja ternyata tidak berhati dingin, ia merasa sangat sedih dengan kunjungan Yang Myung. Ia pun memutuskan untuk menemui Putri Min-Hwa. Ia ingin menghibur diri dengan mendengarkan tawanya.
Tapi Putri Min-Hwa sedang sibuk mengintip Yeom. Ia pun mulai mencari perhatiannya, sayangnya Yeom sedang melamun dan melewatinya begitu saja.


Putri-Min Hwa tidak menyerah, ia pun berlari, mengejar Yeom dan menghadang jalannya dengan tangan terbuka lebar.



Yeom terkejut dan meminta maaf karena tadi tidak melihatnya.
“Maaf!” katanya. “Hamba sedang memikirkan sesuatu jadi tidak melihat……”

Belum selesai Yeom berbicara, tiba-tiba Putri Min-Hwa memberikan gelang buatannya pada Yeom. Yeom pun bertanya kenapa ia memberikannya. Putri Min-Hwa menjadi bingung, dengan tergagap ia menjawab karena Yeon Woo adiknya.


“Apa kau sudah punya istri?” Tanya Min-Hwa.
“Hamba Belum punya istri” jawab Yeom.
Min-Hwa pun bersorak senang, Ia kemudian bertanya lagi. “Lalu, apa kau sudah punya tunangan?”
“Hamba belum memiliki calon tunangan”. Jawabnya kalem. Putri Min-Hwa melompat-lompat kegirangan. Ia lalu memberitahu Yeom kalau ia sekarang rajin belajar, dan ia juga yang bisa menjawab teka-tekinya, yang jawabannya kelopak mata itu sambil memperagakannya. Yeom hanya menunduk, putri pun merengek. Ia mengulurkan tangannya dan menyentuh Yeom seraya memintanya untuk memandang wajahnya serta memperagakannya lagi. Yeom Lalu tersenyum.

Putri Min-Hwa langsung terdiam ditengah-tengah perkataannya. “Wuaa Kau sangat cantik…..” Putri Min-Hwa langsung berlari pergi karena malu. Sedangkan Yeom kebingungan melihat tingkah laku Min-Hwa.


Ia berpapasan dengan Raja yang hendak pergi ke kamarnya dan Putri Min-Hwa pun segera berlari mengambur ke tangan Raja yang dibuka lebar-lebar, seperti akan berpelukan. Tapi ia tiba-tiba berhenti di tengah jalan dan menghormat dengan cara yang sopan. Ia memberitahu raja kalau ia bukan anak kecil lagi dan ayahnya pun tertawa terbahak-bahak. Ia mempersilahkan raja masuk ke kamarnya dengan gaya sok dewasa.


Ia pun duduk bersama ayahnya dan memberitahu kalau ia ingin menikah dengan Yeom. Raja langsung meletakkan tangan di kepalanya. Ia sangat pusing karena putrinya juga ingin dinikahkan dengan Putra Menteri Heo. (hahahaaaa…. Kasian Raja. Dalam satu hari, ketiga anaknya pada minta nikah semua,, heheheee^^)


“Tidak!” jawab Raja cepat.
“Tidak? Kenapa?!” Tanya Min-Hwa kaget.

Ayahnya memberitahu kalau ia tidak bisa karena Yeom ditakdirkan untuk melakukan hal-hal yang lebih besar.
“Ia adalah orang yang sangat jenius yang jarang ditemukan walau dalam waktu ribuan tahun.” Jawab Raja. “Ia akan menjadi pilar Negara.”

Putri Min-Hwa tidak mengerti, jika ia begitu jenius, harusnya ia akan cocok untuk menjadi suaminya.
“Justru karena itulah, dia akan cocok untuk menjadi suami Putri Raja.” Ujarnya.

Raja menjelaskan jika ia menikahinya, maka Yeom tidak bisa menjadi pejabat negara, itu sama saja dengan menghalanginya dari berbuat hal yang besar dengan kemampuannya yang hebat.
“Jika ia menjadi suamimu, ia tidak akan bisa menduduki posisi di pemerintaha.” Kata Raja. “Ia juga tidak bisa terlibat dalam politik. Aku tidak bisa membiarkan orang yang sangat berbakat seperti dia menjadi suamimu.”

Putri Min-Hwa kaget, ia bertanya kalau itu artinya ia akan menikah dengan seseorang yang jelek dan bodoh.
“Kalau begitu, aku hanya bisa menikahi seseorang yang jelek dan bodoh?” Tanya Min-Hwa Sock sambil memegangi pipinya.

Raja berkata tidak, ia tidak bisa menikahi Yeom karena ia orang yang ditakdirkan untuk menuntun raja selanjutnya.
“Bukan begitu” ujar Raja. “Hanya guru Heo-lah yang tidak bisa kau nikahi.”


Putri Min-Hwa merengek, ia tidak mau mendengar perkataan Raja lagi dan menangis sekencang-kencangnya. “pokoknya aku tidak akan menikahi orang lain selain Yeom titik” tangisnya. (hahahaaa,, jurus andalan Min-Hwa keluar lagi nih, tapi kayaknya kali ini jurusnya nggak mempan deh, Raja tetep nggak mau menikahkan Min-Hwa dengan Yeom).

“Ku bilang Tidak !!” Seru Raja tegas. Tangis Min-Hwa seketika berhenti, namun tak lama kemudian tangisnya makin meledak. (hahahaaaa… poor Min-Hwa T_T)
Raja pun akhirnya menjelaskan dengan lembut, kalau menikahi Yeom berarti sama dengan mematahkan sayapnya dan tidak ada takdir yang lebih tragis dari hal itu.


Yeom pulang ke rumah malam itu dan melihat Seoul yang sedang berlatih pedang di halaman. Seoul tak sengaja mengacungkan pedangnya ke hadapan Yeom saat berlatih, ia segera menyembunyikan pedangnya di balik punggungnya, tapi Yeom memberitahunya kalau ilmu pedangnya sudah lebih baik.


“kemampuan pedangmu lumayan.” Puji Yeom.
Seoul menunduk ketakutan karena ketahuan belajar pedang “Maafkan aku, tuan muda.” Katanya. “untuk apa Anda datang kemari?”
“Aku ingin menanyakan sesuatu.” Ujarnya. Ia menyuruh Seoul untuk memandang wajahnya dan bertanya “apakah ada wanita yang mirip denganku, siapa menurutmu yang mungkin?”
“Nona Yeon Woo.” Jawab Seoul cepat tanpa berpikir.


Yeom sudah memastikan kecurigaannya. “benar perkiraanku” gumamnya. “tapi mereka belum pernah bertemu sebelumnya. Bagaimana mereka bisa saling mengenal? Kapan dan dimana?”

Karena penasaran, Yeom akhirnya bertanya langsung pada Yeon Woo. Ia duduk bersama Yeon Woo dan bertanya bagaimana Hwon bisa mengenalnya dan apakah ia juga punya perasaan yang sama dengannya.

“Apa kau merasakan hal yang sama dengan Putra Mahkota?” Tanya Yeom khawatir.
Yeon Woo tidak menyangkal dan ia berkata kalau ia memahami kekhawatiran kakaknya, tapi tidak punya rencana untuk mundur.
“Aku tahu apa yang kakak cemaskan, tapi………”
Lalu Yeom memotong pembicaraannya dan bertanya apa ia tahu siapa yang akan terpilih menjadi Putri Mahkota. Yeon Woo menjawab kalau ia sudah tahu.
“Apa kau tahu kalau Putri Mahkota sudah ditetapkan?” Tanya Yeom was-was.
“Aku tahu.” Jawab Yeon Woo.


Yeom memperingatkannya, jika orang tahu tentang perasaan Hwon padanya, maka ia bisa dijadikan tumbal untuk mendapatkan kekuasaan. Yeom menyuruhnya berpura-pura sakit dan bisa dikeluarkan dari proses seleksi. Ia pernah mengajarinya, kalau ia punya lawan yang lebih kuat, maka sebaiknya ia menyelamatkan diri terlebih dahulu.

“Katakan pada mereka bahwa kau punya penyakit.” Ujar Yeom. “Hindari pemilihan itu.”
Tapi Yeon Woo menolak, ia mengaku kalau hatinya sudah menjadi milik Hwon. “Aku tidak bisa melakukannya.” Ujarnya. “Aku tidak bisa mundur. Aku tidak bisa membohongi Putra Mahkota.”
Yeom menarik nafas panjang, menandakan kalau ia menyerah untuk membujuk adiknya. Ia juga terlihat sedih.


Hwon memerintahkan anak buahnya untuk membawa Ketua Murid Sungkyungkwan, Hong Gyu Tae. Dia bertemu dengan Hong Gyu Tae secara rahasia di tengah malam. Hong disuruh untuk mengenakan pakaian Kasim. Hwon berkata kalau sekarang sarjana Sungkyungkwan sudah tidak terhormat lagi, karena mereka melihat situasi terlebih dahulu sebelum melakukan sesuatu (memikirkan keselamatan diri sendiri). Ia mengingatkan tugas sarjana Sungkyungkwan untuk membimbing bangsa dan bertanya apakah benar jika pemilihan istri Putra Mahkota digunakan oleh suatu klan untuk mengamankan kekuasaannya.

“Sejak aku diberi gelar Putra Mahkota, aku juga diperintahkan untuk belajar di Sungkyungkwan.” Kata Hwon. “Belajar pada orang pandai sepertimu adalah suatu kehormatan bagiku. Tapi sekarang, belajar di Sungkyungkwan adalah hal yang memalukan.”
“Apa?” Hong terkejut.
“Kau harus memanfaatkan hasil belajarmu untuk membantu Raja dengan jalan yang benar.” Ujar Hwon. “Itulah tugasmu sebagai pejabat Negara.”
“Maaf jika tebakanku salah, tapi apa maksud Anda ini menyangkut pemilihan Putri Mahkota?” Tanya Hong seraya menebak.
“Pemilihan Putri Mahkota tidak boleh dijadikan ajang untuk memperoleh kekuasaan keluarga.” Ujar Hwon.


Menteri Yoon bertemu dengan Ibu Suri, ia memberitahu kalau Putri Mahkota yang diinginkan oleh Raja dan putra Mahkota adalah putri Menteri Heo. Ibu Suri menenangkannya karena kekuasaan untuk memilih putri mahkkota ada ditangannya. Menteri Yoon mengingatkan, jika Yeon Woo menjadi Selir Kerajaan dan mengandung anak terlebih dahulu, maka akan berat untuk mereka. Mereka harus punya rencana cadangan. Ia menambahkan, jika Ibu Suri bisa menghilangkan matahari, apa ia tidak bisa menghilangkan bulan, lagipula para peramal adalah orang-orangnya.

“Anda bisa melenyapkan matahari dengan mudah.” Ujar Yoon Dae Hyung. “bagaimana mungkin melenyapkan bulan menjadi sulit? lagipula, orang-orang sheongshuceong adalah bawahan Ibu Suri, apalagi yang kau takutkan?”.
Ibu Suri tersenyum.


Hari berikutnya, Ketua Murid itu yang tak lain dan tak bukan adalah Hong Gyu Tae, membawa para Sarjana Sungkyungkwan untuk berdemonstrasi diluar dinding istana mengenai pemilihan Putri Mahkota agar dilakukan secara adil. Mereka mengajukan surat tuntutan mereka.
“Demonstrasi ini direncakan langsung oleh Putra Mahkota.” Pikir Hong Gyu Tae, dan ia pun tersenyum. “Masa depan Joseon akan menjadi sangat menarik.”


Raja membaca Surat tuntutan itu. “Semua makhluk terutama manusia, bisa menemukan posisi yang paling tepat dan cocok untuk mereka. Inilah yang aku rencakan jika aku menduduki monarki. Aku akan memulai semua dari pemilihan Putri Mahkota.”

Raja teringat dengan perkataan Hwon kemarin ketika ia memohon agar Raja ikut turun tangan dalam pemilihan Putri Mahkota. Hwon berkata kalau ini adalah penyalahgunaan kekuasaan dan meminta kalau perubahan ini dimulai dengan pemilihan calon istrinya.

“Apa kau percaya bahwa pendapatmu benar?” Tanya raja
“Ya” jawab Hwon Tegas.
“Kalau begitu tunjukkan padaku.” Raja meminta Hwon untuk meyakinkannya.


Kembali ke saat sekarang (Tadi kan raja lagi ngebayangin saat dia berbicara dengan Hwon, hehee’.’). “Inilah yang dinamakan politik.” Raja tersenyum. Ia terkesan dengan taktik yang dilakukan Hwon, yaitu dengan cara memobilisasi sarjana Sungkyungkwan untuk membuat opini publik.
“Menggunakan pengaruh Sungkyungkwan untuk memperoleh perhatian masyarakat.” Pikirnya. “Menarik sekali, Putra Mahkota.”


Demonstrasi itu berlangsung selama beberapa hari dan Dewan Istana memperdebatkan masalah itu.


Banyak yang berpendapat Pro dan Kontra. Para pendapat kontra menyarankan kalau Raja sebaiknya tidak mendengarkan mereka dan menghukum mereka. Tapi Menteri Heo berkata kalau Raja seharusnya tidak meremehkan pendapat rakyatnya, menambahkan jika hukum sudah diterapkan dengan benar, maka tidak akan mudah digulingkan oleh pendapat mereka.

“Sudah sejak dulu pemilihan Putri Mahkota selalu dipegang oleh Ibu Suri.” Ujar pejabat yang kontra.
“Aku setuju! Orang yang memimpin demonstrasi ini harus dihukum!” ujar pejabat yang lain.
“Mereka melakukan itu karena cemas pada kondisi Negara dan tanpa keegoisan.” Kata Yong Jae, membela para Sarjana.  “Bagaimana mungkin kalian mengatakan bahwa tindakan mereka salah? Lihatlah dulu opini masyarakan untuk mendapatkan jawaban yang tepat.”


Raja akhirnya memiliki jawaban, ia sudah mempertimbangkan pendapat para sarjana dan sudah membuat keputusan. Ia menyatakan kalau seleksi calon ratu akan dilakukan dengan adil oleh dewan yang terdiri dari 4 orang dan seluruh proses seleksi akan dipindahkan diluar kekuasaan Ibu Suri.

“Pemilihan Putri Mahkota sekarang berbeda dengan pemilihan yang lalu. Ibu suri tidak akan memegang tanggung jawab lagi. Aku sendiri yang akan memegang pilihan tersebut.” Raja memutuskan jawabannya.


Seorang pejabat menjawab Surat tuntutan para Sarjana.
Hong Gyu Tae puas mendengar jawaban tersebut.


Ibu Suri datang menemui raja. Ia bersikeras kalau ia memilih calon ratu karena gadis itu adalah pilihan yang tepat, bukan karena hubungan darah.

“Aku membuat pilihan pada seorang gadis untuk menjadi calon Ratu karena gadis itu adalah pilihan yang tepat, bukan karena hubungan darah.” Ujar Ibu Suri.

Raja lalu menjawab kalau gadis itu akan baik-baik saja jika ia memang punya kemampuan yang baik. “Jika begitu, merubah proses pemilihan tentu tidak akan menjadi masalah.” Ujar Raja. “Jika gadis itu memang hebat, ia pasti akan tetap terpilih. Bukankah begitu?”

Ibu Suri sangat marah karena Raja bersikeras supaya ia tidak turut campur dalam pemilihan calon istri Hwon.

“Jadi kau menolak permintaanku?” Tanya Ibu Suri dengan marah.


Raja hanya menjawab kalau rakyat sudah bersatu untuk hal ini dan mereka tidak bisa diabaikan. “Hubungan ayah itu bukan hanya karena pertalian darah, tapi lebih dari itu. Jika Raja adalah ayah dari rakyatnya, maka rakyat juga ayah Raja.” Apapun yang dikatan Ibu Suri tidak akan bisa mengubah keputusan Raja.

Ibu Suri benar-benar marah. “Siapa yang melindungi tahtamu ketika para pejabat menentangmu? Aku harap kau tidak lupa kalau tahtamu itu adalah atas usahaku dan klanku.” Kecam Ibu Suri.
“Aku tidak lupa.” Kata Raja. “Mana mungkin aku lupa?”.
Raja teringat ketika adik tirinya, Pangeran Uiseung dibunuh.

Dengan gemetar, ia mengingatkan Ibu Suri atas apa yang dilakukannya dengan Menteri Yoon De Hyung pada Pangeran Uiseung demi melindungi tahtanya. “Demi kekuasaan dan kekayaan klanmu, Ibu Suri dan Yoon Dae Hyung melakukan tindakan yang sangat kejam.” Ujar Raja tajam. “Karena itulah pangeran Uiseung terbunuh secara tidak adil.”

Ibu suri terkejut, karena ternyata Raja tahu perbuatannya. Ibu Suri berteriak. “Jika kau tahu, seharusnya kau tidak melakukan aku seperti ini.” Katanya dengan suara bergetar. “Karena aku, tangan yang Mulia tidak kotor sedikitpun oleh darah.”

“Kau pikir apa alasanku tetap diam?!” seru Raja. “Aku diam selama 13 tahun agar tetap taat pada Ibu Suri! Karena itulah, tolong jangan membuat permintaan egois lagi. Pemilihan Putri Mahkota akan dilakukan secara adil.” Ibu suri geram mendengar perkataan Raja.


Ibu Yeon Woo melatih putrinya untuk proses pemilihan itu. Ia mengajarinya untuk membungkuk hormat dengan suara berdebum, makan mie dengan suara menyeruput dan mengatakan kalau hobinya adalah membaca dan menulis, bukan pekerjaan seorang wanita seperti menyulam. Yeon Woo heran, bukankah jika dia melakukan itu malah akan menyebabkan dia tereleminasi. (Rupanya ibu Yeon Woo ingin agar putrinya tereleminasi pada putaran pertama).

Yeon Woo memberitahu ibunya kalau apapun yang terjadi, ia ingin membuat ayahnya bangga dan memberitahu ibunya supaya tidak usah khawatir.
“Jangan cemas, bu” ujar Yeon woo seperti memahami kekhawatian ibunya. “Apapun hasilnya nanti, aku ingin tetap menjadi putri yang yang bisa membanggakan dan ibu. Jadi, lihat saja aku bu”

Dengan mata yang berkaca-kaca wanita tua itu hanya bisa memeluk putrinya dengan erat dan mendesah panjang.


Hari berikutnya proses pemilihan pun dimulai, para gadis memenuhi istana, mereka datang dari tempat yang jauh maupun dekat untuk memberi salam pada Raja.


Malam harinya, Yeon Woo berada di luar rumah seorang diri. Ia memandangi langit.


Yang Myung datang menemui Yeon Woo untuk berpamitan. Ia berpakaian dengan pakaian bepergian. Yeon Woo memarahinya karena datang terlalu malam, tapi kemudian ia melihat kalau Yang Myung akan pergi lagi (melakukan perjalanan, seperti mengembara.).

“setelah beberapa hari menetap disini, aku ingin melakukan perjalanan lagi.” Ujar Yang Myung. “Aku datang karena ingin melihatmu dulu sebelum pergi.”


Yang Myung mencondongkan badannya dan mendekatkan kepalanya ke wajah Yeon Woo, supaya ia bisa melihat Yeon Woo dengan baik. Yeon Woo kaget dan sedikit menggerakkan kepalanya ke belakang.


“Wajah yang jelek.” ledeknya. “Karena aku sudah melihat, aku akan pergi sekarang.” Sambil membalikkan badan dan hendak melangkah pergi. Wajahnya seketika menjadi murung.


“apa kau akan kembali?” Tanya Yeon Woo.
Kata-kata Yeon Woo menghentikan langkah Yang Myung dan ia pun berpaling. “Kenapa?” Tanya Yang Myung. “Apa kau takut aku tidak kembali?”



“Itu karena kau biasanya tidak membiarkan orang menemukanmu dalam waktu tertentu.” Jawab Yeon Woo. “Semua orang akan khawatir. Jika kau pergi, paling tidak berilah kabar…”

“Apa kau mau pergi bersamaku?” Tawarnya. “Walaupun kau pergi, masih ada putri pejabat Yoon yang akan menjadi Putri Mahkota. Jika kau menempati urutan tiga besar, hal terbaik yang terjadi padamu adalah menjadi selir Putra Mahkota dan selamanya dilarang memasuki istana. Jika tidak, maka kau tidak akan bisa menikah dan akan hidup sendirian sepanjang sisa hidupmu. Jika kau mau melarikan diri, jika kau menginginkannya… Aku bisa membuang kebangsawananku, namaku, dan melindungimu.” Ujar Yang Myeong panjang lebar.

“leluconmu berlebihan” Ujar Yeon Woo.
Dengan patah hati, Yang Myeong tertawa dan setuju dengannya. “Apakah kau tidak menyesal, akan keputusanmu ini? Walau hanya sedikit?” tanyanya mengingatkan.
“Ya.” Jawab Yeon Woo tanpa ragu-ragu.
“Jangan berpikir terlalu banyak.” Ujar Yang Myeong. “Kau pasti bisa mengalahkan semua saingan dengan mudah.” Yang Myung memberinya semangat untuk mengalahkan Bo Kyung dengan satu pukulan dan menyentil dahinya untuk terakhir kalinya. Ia pun pergi.

Ia melompat keluar dari rumah Yeon Woo. Dan menemui Woon yang sudah menunggunya.


Yang Myung berjalan sambil mengobrol dengan Woon. Ia mengatakan bahwa ia pernah membaca sebuah buku Confucius.

“seorang anak bertanya kepada gurunya. Ia menanyakan, bagaimana Jika seorang ayah memukul anaknya tanpa alasan. Karena sang anak berbakti pada ayahnya, maka ia tidak akan melawan ayahnya.” Yang Myung bercerita. “Lalu sang guru menjawab. Jika seorang anak dipukul ayahnya tanpa alasan, dan kemudian anak itu mati, maka ayahnya adalah seorang pembunuh bagi anaknya sendiri. Jika seorang ayah memukul anaknya tanpa alasan, maka dia (sang anak) harus melarikan diri.” Tuturnya.

“Jadi kau berniat pergi?” Tanya Hwon.
“Pohon ini berniat ingin menetap, tapi angin terus menerus berhembus meniupnya dengan kencang. Apalagi yang bisa kulakukan? Lebih baik menghindar daripada rusak atau ditebang.” Ujar Yang Myong penuh pribahasa. Woon tidak bisa membantah karena ia tahu apa yang terjadi antara Yang Myung dengan Raja.


Yang Myung tersenyum dan mendongak memandang bulan. “Tapi bulan itu… Tak peduli kemanapun aku pergi, ia akan selalu mengikutiku.”


Sepuluh hari kemudian…
Pemilihan Putri Mahkota menyisakan 3 finalis. Mereka adalah seorang gadis (tak tahu siapa namanya, karena memang gadis ini mungkin tidak ber-akting banyak dalam drama ini. Jadi ia tidak begitu dikenal), Bo Kyung, dan terakhir Yeon Woo.


Raja duduk dengan mereka untuk menguji ketiga gadis itu dengan mengajukan sebuah pertanyaan.
“Aku adalah Raja Joseon.” Ujarnya. “Jika kau menilaiku dalam bentuk uang, menurut kalian, berapa hargaku?” tany Raja.

Raja meminta gadis pertama untuk menjawabnya. Tapi gadis itu kebingungan dengan pertanyaan Raja. “Seratus ribu. Bukan, satu juta nyang.” Dengan terbata-bata “Maafkan hamba. Hamba tidak tahu berapa banyak nilai yang mulia bila dihargai dengan uang. Hamba tak tahu tentang uang dengan baik”

Raja meminta Bo Kyung menjawab. “Harga Yang Mulia lebih tinggi dari langit, dan lebih luas dari dalamnya lautan. Tidak ada perak di dunia ini yang bisa digunakan untuk mengukur kebesaran Raja. Mohon maaf, tapi tunggulah sampai ada alat yang bisa digunakan untuk mengukur tingginya langit dan dalamnya lautan.” Ibu Suri tersenyum puas mendengar jawaban Bo Kyung.


Raja meminta Yeon Woo Menjawab. “Jika yang mulia meminta, maka saya akan menjawab.” Katanya. “Satu nyang.” Raja terkejut. Ibu suri tersenyum meremehkan.


Hwon sedang berusaha mengalihkan perhatiannya dengan latihan memanah saat prosesi itu berlangsung. Tapi panah itu terus meleset dari targetnya.

Kasim Hyung Sun berlari menghampiri Hwon yang sedang memanah, ia terengah-engah menahan napas. Dengan tidak sabar Hwon pun menanyakan hasilnya….
“Bagaimana hasilnya?” Tanya Hwon cemas.


Calon pengantin menghormat pada Ibu Suri dan mengangkat kepalanya.
Ternyata yang terpilih adalah Yeon Woo (Ciaaaaa…. Akhirnya dia yang terpilih.. duhh senengnyaa^^). Raja dan Ratu menatapnya dengan senyuman. Calon menantu mereka. Ibu Suri menerima penghormatan itu dengan wajah muram, ia marah dalam hatinya.


Kilas balik :
“Orang yang punya 10.000 nyang menganggap uang 1 nyang itu tidak berarti. Tapi orang miskin tahu betapa berharganya 1 nyang itu. Raja adalah 1 nyang yang berharga bagi semua, khususnya untuk orang yang tidak punya apa-apa. Lagipula nilai 1 nyang itu sama bagi semua orang, jadi Yang Mulia adalah Raja untuk orang miskin ataupun orang kaya. Semua kebijakan Yang Mulia adalah demi kebaikan rakyat jelata” ujar Yeon Woo saat ia dalam prosesi pemilihan Putri Mahkota.

Yeon Woo menjawab satu nyang. Raja memuji kepandaiannya. Selama ini ia sudah mengagumi kemampuan ayah dan kakaknya. Punya menantu yang pintar seperti dirinya membuatnya merasa sangat bangga.

“Menantu yang seperti ini jarang ditemui” Kata Raja, memuji Yeon Woo.
Ratu tersenyum. “Benar, Yang Mulia.”
Semua orang senang melihat Yeon Woo. Kecuali satu orang, siapa lagi kalau bukan Ibu Suri.
“Ayah dan kakakmu adalah orang yang sangat cemerlang.” Ujarnya. “dan ayahmu memiliki putrid yang cantik dan bijaksana sepertimu. Ini adalah suatu anugrah dari Negara.” Raja berpaling melihat wajah ibu suri. “Ibu, tolong beri wejangan untuk Putri Mahkota.”


Ibu Suri menatap Yeon Woo tajam. “Apa yang bisa dikatakan wanita tua sepertiku?” ujar ibu suri. “Tolong mengabdilah pada Putra Mahkota dengan tulus”
“Hamba akan mengingat perkataan Ibu Suri di dalam hati.” Jawab Yeon Woo.


Putri Min-Hwa berbaring di kamarnya. Ia meneruskan mogok makannya, ia lebih baik kelaparan daripada tidak menikahi Yeom. Ia merengek dan menangis, memohon pada semua orang yang mendengarkannya, pada ibu, nenek (ibu suri) untuk mengubah pendapat Raja.



Ibu Suri mendengarkan rengekannya, jika Yeon Woo bisa menikah dengan kakaknya, kenapa ia tidak bisa menikahi Yeom. Lebih baik ia mati daripada tidak menikahi Yeom. Ibu Suri pun mendapatkan ide.



Jang Nok Young memandang langit malam dan melihat awan hitam yang menakutkan menutupi bulan. Ia punya firasat kalau akan terjadi hal yang buruk.



Yeon Woo dibawa ke kediamannya di bangunan bulan perak sampai hari pernikahannya. Mulai besok ia akan mendapatkan pelajaran yang dibutuhkan untuk menjadi Putri Mahkota. Pelayan barunya meninggalkan saputangan, dan berkata kalau ia nanti membutuhkannya dan meninggalkannya agar ia beristirahat.

“Anda akan membutuhkan sapu tangan ini.” Ujar sang pelayan.


Ketika semua pelayan pergi, dan tinggallah dia seorang diri, dia merasa kesepian di dalam kamar yang begitu luas itu. Yeon Woo sadar betapa ia merindukan ibunya dan mulai menangis.

Ia melihat saputangan yang ditinggalkan pelayannya tadi. “Mungkin untuk inilah sapu tangan ini” gumamnya. Ia menangis tersedu dan menutupi wajahnya dengan sapu tangan itu.



Perlahan ia menyadari, ternyata sapu tangan itu ada tulisannya. Ia membuka saputangan itu dan membacanya. “Apakah kau menangis karena merindukan keluargamu?” Tanya Hwon dalam suratnya. “ Jika iya, lihatlah keluar jendelamu.”

Yeon Woo menuruti perkataan Hwon, ia berjalan menuju jendela dan membukanya. Dan ia melihat Hwon sedang menatapnya.
“Putra Mahkota!” Seru Yeon Woo Terkejut.
“Apa aku membuatmu terkejut?” Tanya Hwon, ia tersenyum.
Yeon Woo langsung berkata kalau ini dilarang. “Kau dilarang kesini, bukan?” Tanya Yeon Woo
“Aku menyogok seseorang” Jawab Hwon.


Yeon Woo langsung menutup jendelanya dan bersembunyi di balik jendela itu.
“Tunggu dulu, Yeon Woo!” Seru Hwon.
“Kembalilah!” pinta Yeon Woo dari balik jendela. “Putra Mahkota akan menjadi contoh bagi rakyat dan menjadi pondasi….” Sudah tidak ada suara di luar pikir Yeon Woo.


Yeon Woo lalu mengintip dari balik jendelanya dan merasa kecewa karena Hwon langsung pergi seperti yang dia inginkan. Dia membuka jendelanya lagi dan benar, ia tidak menemukan Hwon berdiri disana lagi. Ia lalu berhambur lari keluar.


Yeon Woo sangat terkejut karena di luar ia melihat Hwon berdiri di depan sebuah teater kecil. Lengkap dengan dua buah kursi yang di khususkan untuk dia dan Hwon. Para pelayan dan kasim juga berada di sana.

Hwon tersenyum. “Apakah kau sudah selesai menangis?” Ia meyakinkan kalau ia sudah mendapat ijin khusus dari Raja. “Aku mendapat izin khusus dari Yang Mulia, jadi jangan khawatir.” dan Hwon pun menunjuk tempat duduknya.

“Karena malam mini kita tidak bisa tidur, lebih baik kita nikmati saja.” Ujar Hwon seraya mempersilahkan Yeon Woo duduk.


Hwon mengulurkan tangannya, dan Yeon Woo pun menyambutnya dengan malu-malu. Mereka duduk sambil tersenyum.


“ini pertunjukan dadakan.” Bisik Hwon. “Jadi, tolong kelihatan senang saja ya walau pertunjukannya jelek.” Yeon Woo tersenyum.
Kepala Kasim Hyung Sun muncul dari dalam teater dengan boneka kecil yang berbentuk seperti Hwon dan Yeon Woo. Ia memperagakan pertunjukan boneka itu. Wajah Yeon Woo pun jadi cerah.


Hwon senang melihat Yeon Woo tertawa.


Di sisi lain, Jang Nok Young dipanggil untuk menghadap Ibu Suri. Ibu Suri menyuruhnya untuk membunuh Yeon Woo.
“Tidak mungkin membunuh atau meracuninya.” Ujar Ibu Suri. “Hanya kau yang bisa mencelakainya dari jarak jauh.”


Jang Nok Young terkejut. Ia mengingatkan Ibu Suri kalau ia melayani Raja dan sekarang Yeon Woo adalah seseorang yang harus dilindunginya.
“Tugasku adalah berdo’a untuk kesejahteraan anggota keluarga.” Katanya. “sekarang ia sudah menjadi anggota keluarga kerajaan.”


Tapi dengan tenang, Ibu Suri mengancam Seongsucheong, departemen milik para peramal, yang akan kehilangan semua kekuasaannya jika ia menarik dukungannya.

Dulu ia berkata kalau Bo Kyung yang akan menjadi ratu, maka sekarang ia harus mempertanggungjawabkan semua yang diucapkannya. Ia menyuruh Jang Nok Young untuk menggunakan ilmu hitamnya untuk membunuh Heo Yeon Woo.

“Gunakan sihir hitammu dan bunuh gadis itu, Heo Yeon Woo.” Ibu Suri memaksa Jang Nok Young.


Jang Nok Young terhuyung-huyung masuk ke dalam kamarnya dengan linglung. Ia bertanya pada Ah-Ri apakah ia adalah energi gelap yang mengancam Yeon Woo. Siapa yang seharusnya dilindunginya, Seongsucheong atau Yeon Woo?

“orang itu adalah aku Ah-Ri.” Jang Nok Young bergumam dalam hati. “Orang yang menyebabkan kematian anak itu adalah aku.

Tolong katakan padaku Ah-Ri. Apa yang harus aku lakukan. Melindungi Seongsucheong atau anak itu?” Jang Nok Young berdo’a di Seongsucheong.


Ia terjatuh ke lantai dan tiba-tiba dia berada di dekat kuburan yang sama dari visi sebelumnya. Sebuah pita merah melayang dan tersangkut di sebatang ranting. Jang Nok Young melihat dan menemukan karakter “Dua”, “Manusia”, dan “Tenaga Kerja”, yang membuatnya terkejut.



Pita itu kemudian melayang lagi dan jatuh ketangan Jang Nok Young. Karakter itu menghilang dan kemudian muncul lagi membentuk kata “Shaman” dan terbang dari tangannya menuju langit.



Saat Hwon dan Yeon Woo menonton pertunjukkan boneka yang diperagakan oleh Kasim Hyung sun, Jang Nok Young mengulang takdir yang dilihatnya untuk Yeon Woo. “Walaupun berada di dekat matahari akan menimbulkan bencana, tapi sudah menjadi takdirnya untuk berada di sisi matahari dan melindunginya.” Kata-kata Ah-ri terus terngiang di benak Jang Nok Young.

“Apakah aku tidak punya pilihan selain membunuhnya?” pikirnya dalam hati. 


^^Bersambung di Episode 5^^

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Followers

^^ Buku Tamuku ^^